TAMYIZ
oleh : Hamsiati
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa Arab sebagai salah satu
bahasa yang diakui secara internasional, mempunyai keunikan tersendiri, sebab
ia menjadi bahasa Al-Qur’an[1];
sebuah kitab suci yang menjadi pedoman semua umat Islam sedunia. Dengan
demikian, bahasa Arab tidak hanya dipakai oleh bangsa Arab sendiri, tetapi
dipergunakan juga oleh bangsa – bangsa lain yang memeluk agama Islam. Bahkan non Islam pun (Islamolog) banyak yang mempelajari bahasa Arab
sebagai alat bantu untuk mengkaji bidang studi ke-Islaman.
Bahasa
Arab merupakan salah satu bahasa mayor di dunia yang dituturkan oleh lebih dari
200.000.000 umat manusia. Bahasa ini digunakan secara resmi oleh kurang lebih
20 negara. Dan karena ia merupakan bahasa kitab suci dan tuntunan agama umat Islam
sedunia, maka tentu saja ia merupakan bahasa yang paling besar signifikansinya
bagi ratusan juta muslim sedunia, baik yang berkebangsaan Arab maupun bukan.
Akhir-akhir ini, bahasa Arab merupakan bahasa yang peminatnya cukup besar di
Barat. Di Amerika misalnya, hampir tidak ada suatu perguruan tinggi yang tidak
menjadikan bahasa Arab sebagai salah satu mata kuliah, termasuk perguruan
tinggi Katolik atau Kristen. Sebagai contoh, Harvard University, sebuah
perguruan tinggi swasta paling terpandang di dunia yang didirikan oleh para
‘alim ulama’ protestan, dan Georgetown University, sebuah universitas swasta
katolik, keduanya mempunyai pusat studi Arab yang kurang lebih merupakan Center
for Contemporary Arab Studies.
Di
Afrika, bahasa Arab ini dituturkan dan menjadi bahasa pertama di negara-negara
semacam Mauritania, Maroko, Al Jazair, Libya, Mesir, dan Sudan. Di semenanjung
Arabia, bahasa ini merupakan bahasa resmi di Oman, Yaman, Bahrain, Kuwait, Arab
Saudi, Qatar, Emirat Arab, dan jauh ke Utara, Jordan, Irak, Syria, Libanon, dan
Palestina.[2]
Namun
demikian, harus diakui bahwa bangsa non-Arab tidak mudah mempelajari bahasa
Arab dengan baik, sebab bukan bahasanya sendiri. Karenanya terdapatlah
kesalahan- kesalahan dalam membaca dan mengucapakan bahasa itu. Dengan
kesalahan- kesalahan itulah menyebabkan para pemimipin, ulama dan kaum muslimin
menetapkan kaidah – kaidah bahasa Arab dalam suatu ilmu, yang dalam
perkembangannya dikenal dengan ilmu nahwu.
Ilmu nahwu
sebagai tata bahasa Arab, didalamnya membahas beberapa kaidah yang dengannya
dapat diketahui keadaan bahasa Arab. Salah satu pembahasan di dalamnya dikenal
dengan istilah tamyiz. Tamyiz adalah bentuk isim al-Nakirah yang
merupakan pelengakap untuk kesempurnaan struktur dan kejelasan makna suatu
kalimat, sehingga bagi pembacanya dapat memahami dengan jelas.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apa
pengertian Tamyiz ?
2.
Berapa
pembagian Tamyiz ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TAMYIZ
Secara etimologi kata
tamyiz berasal dari kata ميّز, ia merupakan bentuk masdhar
dari fi’il tersebut. Dalam kamus disebutkan bahwa mayyaza berarti “
memisahkan sesuatu dari yang lain atau mengutamakan sesuatu daripada yang lain.
Tamyiz berfungsi untuk menjelaskan atau menghilangkan kekaburan atau
ketidak jelasan dari apa yang dimaksud kata atau kalimat sebelumnya, misalnya إشْتّرّيْتُ عِشْريْنَ كتابًا ( saya membeli dua puluh
buku). Kata– kata ini masih sifatnya umum, bisa berarti dua puluh buku, dua
puluh majallah, dua puluh pulpen dan lain-lain, namun setelah ada kata-kata كتابًا, maka sudah jelaslah yang
dimaksud buku dan keluarlah yang lain. Inilah yang dimaksud tamyiz dalam
bahasa Arab.
Sedangkan tamyiz dari
segi terminologi ialah :
التمييز : اسم
نكرة يذكر تفسيرا للمبهم من ذات أو نسبة.[3]
“ isim nakirah yang dituturkan
untuk memperjelas kesamaran suatu zat atau suatu nisbah.”
Sedangkan Ali Ridha
dalam bukunya اللغة العربية mengatakan bahwa:
التمييز هو اسم
نكرة جامد متضمن معنى من يفسّر و يبين ما قبله من إسم ذات أو جملةٍ.
“ Tamyiz adalah isim nakirah
yang mengandung arti menjelaskan kata- kata sebelumnya”.
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa tamyiz adalah isim nakirah yang disebutkan
dengan tujuan menghilangkan kesamaran isim yang terletak sebelumnya. Atau
dengan kata lain bahwa tamyiz merupakan keterangan pembeda, terhadap pengertian
yang belum jelas pada kata-kata yang sebelumnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
Isim nakirah itu mengandung pengertian مِنْ ( berarti dari).[4]
B. PEMBAGIAN TAMYIZ
Tamyiz sebagai
penjelasan dari sesuatu yang kabur atau belum jelas terbagi dalam dua jenis:
1.
Tamyiz al- Mufrad.
Tamyiz mufrad yaitu
tamyiz yang menjelaskan sesuatu kekaburan yang timbul dari kosa kata (المفرد ). Tamyiz ini terbagi dua:
a.
Tamyiz
yang bukan bilangan
b.
Tamyiz
yang termasuk bilangan.
a.
Tamyiz yang bukan bilangan
Tamyiz bukan bilangan
terbagi pula dalam:
1)
Yang
menunjukkan pada takaran (الكيل), seperti :
“Saya mempunyai satu
liter beras” عندي لترٌ ارزًّا
2)
Yang
menunjukkan pada timbangan ( الوزن), seperti:
“ saya mempunyai satu
kilo gram apel.عندي كيلو جرام تفّاحا
3)
Yang
menunjukkan kepada luas (المساحة), seperti:
“saya mempunyai satu
hektar tanah” عندي هكتار أرضا
4)
Yang
menunjukkan pada ukuran panjang (الطول ), seperti:
“Dia mempunyai satu meter dari
kain”
عنده متر قماشا
5)
Tamyiz adalah
asal dari kata sebelumnya, seperti:
“ Dia mempunyai cincin perak” عنده خاتم فضة
Susunan kalimat dan struktur diatas dapat diungkapkan dalam bentuk lain,
yaitu bahwa semua isim yang berbentuk tamyiz yang manshub dapat dijadikan:
1) Majrur, dengan
huruf jar “من” ,
seperti :
عندي لتر من
ارزٍ :
saya mempunyai beras satu liter
عندي خاتم من
فضّةٍ :
saya mempunyai cincin perak
Atau majrur sebagai “المضاف إليه”, seperti:
عندي لترُ ارزّ : saya mempunyai beras satu
liter
عندي خاتمُ
فضةٍ: saya
mempunyai cincin perak
2) Atau sebagai
badal ( البدل ), atau pengganti dari isim sebelumnya. Karena itu,
Badal
bisa berasal dari isim marfu’ (المرفوع ), seperti :
عندها ساعةٌ
ذهبٌ : dia
mempunyai jam emas
عندكَ ثوبٌ
صوفٌ: kamu
mempunyai pakaian wol
Badal dari isim manshub, seperti :
اشترينا
هكتارًا ارضًا : kami membeli satu hektar tanah
صنعنا كرسيًّا
خشبًا :
kami membuat kursi kayu
Badal dari isim majrur, seperti:
زرعْنا على
هكتارٍ ارضٍ : kami menggarap satu hektar tanah
جلسنا على
كرسيٍّ خشبٍ : kami duduk diatas kursi kayu
b. Tamyiz
Bilangan ( تمييز عدد ).
Tamyiz bilangan dibagi ke dalam Sembilan
bentuk:
a. Bilangan
(angka) satu dan dua tidak mempunyai tamyiz, karena masing – masing bentuk
telah menunjukkan kepada jumlahnya, seperti:
مجلّةٌ ( sebuah majalah)
مجلّتانِ ( dua buah majalah)
Tetapi dapat juga ditulis bersamaan dengan
angkanya, namun ia berstatus sebagai taukid (التوكيد) yang berarti penguat.
b. Bilangan angka
3 ( tiga) sampai dengan sepuluh, dalam menentukan tamyiznya, mempunyai 3 ciri:
1) Berbentuk
jamak
2) Majrur,
sebagai mudhaf ilaih (مضاف إليه )
3) Bilangan (العدد )dengan yang dibilang (المعدود ) dalam hal ini adalah tamyiz
selalu berlawanan antara muzakkar dan
muannats, coba perhatikan contoh: ثلاثُ كُتُبٍ
Kata “كتب” adalh yang dibilang atau yang dihitung, sekaligus berperang
sebagai tamyiz berbentuk jamak majrur, karena ia adalah mudaf ilaih, yang
berasal dari kata “كِتَابٌ” yang berbentuk mufrad muzakkar, oleh karena ia muzakkar, maka
bilangannya (العدد) harus muannats, yaitu “ثلاثة”. Akan tetapi sebaliknya,
apabila yang dihitung muannats, maka bilangnnya harus muzakkar, seperti : ثلاثُ مجلّاتٍ.
c. Bilangan
(angka) sebelas dan dua belas, ketentuannya sebagai berikut :
1) Tamyiznya atau
al- ma’dudnya berbentuk mufrad dan manshub.
2) Tidak
berlawanan antara al-‘adad dan al- ma’dud atau tamyiznya dari segi muzakkar dan
muannats.
3) Bilangan
satuan dan puluhannya selalu mabni, kecuali kata “اثنان” (ia marfu’ dengan alif dan
manshub dan majrur dengan ya). Hubungan antara “اثنان” dengan puluhannya yaitu “عشر”, adalah hubungan antara
mudhaf dengan mudhaf ilaih. Jadi huruf nun pada kata “اثنان” dibuang dan menjadi “اثنا عشر” atau “اثنى عشر” kalau mansub atau majrur.
Sebagai contoh :
حَضَرَ أحدُ
عشرُ طالبًا : telah hadir sebelas mahasiswa
رَأيْتُ أحدَ
عشرَ طالبا : saya melihat sebelas mahasiswa
نَظَرْتُ إلَى
احْدَى عَشرة طَالبةً : saya melihat sebelas mahasiswi
حَضَرَ اثنا
عشرُ طالبًا : telah hadir dua belas mahasiswa
رَأيْتُ اثنىَ
عشرَ طالبا : saya melihat dua belas mahasiswa
نَظَرْتُ إلَى
اثنتى عَشرة طَالبةً. : saya melihat dua belas mahasiswi
d. Bilangan
(angka) tiga belas sampai dengan Sembilan belas (kecuali) angka puluhan yang
bersamaan dengan angka satu dan dua, ketentuannya sebagai berikut:
1) Tamyiz (al-ma’dud)nya:
mufarad dan manshub dengan fathah.
2) Al-‘adad
bersama dengan al-ma’dud, atau tamyiznya berlawanan dengan mudzakkar dan
muannats pada bilangan satuannya.
3) Angka puluhan
dan satuannya mabni. Contoh: untuk yang dihitung mudzakkar, maka satuan bilangannya
harus mu’annats.
ثلاثة عشر
طالبا :
tiga belas mahasiswa
Yang dihitung, yaitu: "طالب",
ia adalah muzakkar, maka satuan bilangannya yaitu “ثلاثة” harus berbentuk muannats.
Dan kedua, puluhan dan satuan tetap mabni. Demikian pula sebaliknya, apabila
yang dihitung muannats, maka bilangannya harus mudzakkar. Seperti: ثلاث عشرة
طالبة : tiga belas mahasiswi
Perhatikan contoh – contoh berikut :
خمسة عشر
يوما : lima belas hari
خمس عشرة مجلة : lima belas majallah
ستة عشر قلما : enam belas polpen
ست عشرة جريدة: enam belas koran
e. Untuk angka
puluhan genap dari dua puluh, tiga puluh, dan seterusnya, tetap terbentuk
mufrad dan manshub, dan tidak berlawanan antara muannats dengan mudzakkar,
seperti:
حضر عشرون
طالبا او طالبة : telah hadir dua puluh mahasiswa atau mahsiswi
رأيت عشرين
طالبا أو طالبة: saya melihat dua puluh mahasiswa
نظرت الى
ثلاثين طالبا او طالبة : saya melihat tiga puluh mahasiswa
f.
Untuk angka (bilangan) satu dan dua bersamaan
dengan angka puluhan genap dari dua puluh, tiga puluh, dan seterusnya, maka
angka satu dan dua tidak berlawanan antara al-‘adad dengan al-ma’dud, seperti:
حضر واحد
وعشرون طالبا حضرت احدى و
عشرون طالبة
حضر اثنان و
عشرون طالبا حضرت اثنتان
و عشرون طالبة
g. Untuk angka
(bilangan) satuan tiga sampai dengan Sembilan, apabila bersamaan dengan angka
puluhan, dan sampai ke angka Sembilan puluh, maka angka satuannya sebagai
al-’adad berlawanan dengan al-ma’dud dan
tamyiznya berbentuk mufrad dan manshub.
Perhatikan contoh – contoh berikut:
نجح ثلاثة و
عشرون طالبا
نجحت ثلاث و عشرون طالبة
رأيت أربعة و
ثلاثين طالبا
رأيت أربعا و عشرون طالبة
نظرت الى سبعة
و اربعين طالبا
نظرت إلى سبع و أربعين طالبة
h. Untuk angka (bilangan)
seratus, seribu, jutaan, maka tamyiznya adalah mufrad majrur dan tidak
berlawanan antara al-‘adad dan al-ma’dud, contoh:
مائة طالب او
طالبة :
seratus mahasiswa
الف طالب او
طالبة :
seribu mahasiswa
مليون طالب او
طالبة :
satu juta mahasiswa
2.
Tamyiz Nisbah atau Jumlah (تمييز النسبة
او الجملة)
Tamyiz nisbah atau jumlah adalah tamyiz yang
menjelaskan atau menentukan maksud dari suatu jumlah yang belum jelas
bagi si pendengar, seperti kalau kita mengatakan:
Tamu itu segar……….. طاب
الضيف...........
Susunan kalimat tersbut dalam bahasa Arab
masih menimbulkan pertanyaan, yaitu apa yang segar? Apakah jiwanya, hingga kita
harus mengatakan: طاب الضيف نفسا, apakah dari segi mentalnya,
hingga kita harus mengatakan طاب الضيف عقلا, ataukah dari segi budi pekertinya, hingga kita seharusnya
mengatakan: طاب الضيف خلقا .
Jadi kata “ نفسا, عقلا, خلقا , dalam contoh tersebut
berfungsi sebagai tamyiz, karena menjelaskan aspek yang mana yang dimaksud
dengan ungkapan “طاب الضيف” itu. Oleh karena itu, ia disebut “تمييز الجملة”, karena menjelaskan maksud
dari satu jumlah, yang juga dikenal dengan “تمييز النسبة “ .
Kata نفسا, عقلا,dan خلقا ,tidak berfungsi sebagai
maf’ul bihi (مفعول به), karena kata kerja “طاب” termasuk kata kerja lazim “الفعل اللازم” yaitu fi’il yang tidak
memerlukan maf’ul bih (مفعول به).
Tamyiz nisbah atau jumlah ini, terbagi dua:
1. Tamyiz yang
berasal dari fungsi yang lain, selain ia sebagai tamyiz, juga biasa dikenal
dengan istilah “التمييز المحوّل “ atau “التمييز
المنقول ".
kata المحوّل dan المنقول (yang berarti dialihkan atau dipindahkan), apakah pengalihan
dan pemindahan berasal dari fa’il, maf’ul bih ataupun berasal dari mubtada’.
Contoh:
·
استعل الرأس
شيبا : menyala kepala itu ke uban ( diliputi oleh
warna putih) seakan- akan ia menyala.
Kata “الرأس” marfu’ sebagai fail dan “شيبا “ manshub, sebagai tamyiz, dan contoh tersebut
berasal dari : اشتعل شيب الرأسِ
·
وفجّرنا الأرض
عيونا : kami memancarkan bumi itu penuh mata air.
Kata “الأرض” adalah maf’ul bih, karena itu ia mansub, sedang kata “عيونا” adalah tamyiz, juga manshub.
Contoh tersebut berasal dari : وفجّرنا عيون
الأرض
·
الأستاذ اكثر
منك علما : guru itu lebih banyak ilmu dari pada anda.
Kata “الأستاذ “ adalah mubtada’, kata “اكثر” adalah khabar dan ia marfu’,
kata “علما” adalah tamyiz dan ia manshub. Contoh tersebut berasal dari : علم الأستاذ
اكثر من علمك
2. Tamyiz yang
tidak dialihkan dari posisi yang lain menjadi tamyiz (التمييز
غير المنقول) atau (
غير المنقول ),
seperti kalam seseorang ingin mengungkapkan rasa kekagumannya terhadap
keistimewaan orang lain, maka ia mengatakan :
لله دَرُّهُ
شاعرا : alangkah
bagusnya ia sebagai seorang penyair
لله دره كاتبا: alangkah bagusnya ia sebagai seorang penulis
Dan contoh- contoh yang lain seperti:
وكفى بالله ناصرا Cukuplah
Allah menjadi penolong :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tamyiz adalah isim nakirah yang disebutkan dengan tujuan menghilangkan
kesamaran isim yang terletak sebelumnya. Atau dengan kata lain bahwa tamyiz
merupakan keterangan pembeda, terhadap pengertian yang belum jelas pada
kata-kata yang sebelumnya.
Tamyiz terbagi dua yaitu tamyiz mufrad dan tamyiz nisbah atau tamyiz
jumlah. Dan tamyiz mufrad terbagi menjadi dua lagi yaitu tamyiz bilangan dan
tamyiz bukan bilangan. Tamyiz bukan bilangan itu yang menunjukkan kepada
takaran, timbangan, luas, panjang, dan tamyiz yang berasal dari kata
sebelumnya. Begitupun dengan tamyiz nisbah terbagi dua, yaitu: tamyiz yang berasal dari fungsi yang lain, selain ia
sebagai tamyiz, juga biasa dikenal dengan istilah tamyiz manqul, dan tamyiz
yang tidak dialihkan dari posisi yang lain menjadi tamyiz atau dikenal dengan
istilah tamyiz ghairu manqul.
B. Implikasi
Pembahasan dan kesimpulan yang telah
dirumuskan sebelumnya diharapkan dapat berimplikasi positif dan membangun
terhadap para pembaca dalam memahami tentang tamyiz. Terkhusus bagi para
mahasiswa, penggiat, penuntut ilmu yang sedang mengkaji tentang bahasa Arab.
Dan lebih khusus lagi bagi para pendidik yang mengajarkan Bahasa Arab, sehingga
bisa mengenalkan keunikan bahasa Arab itu.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
Azhar, Bahasa Arab dan metode Pengajarannya Cet.II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004
Fahmi, Akrom, Ilmu Nahwu dan Saraf (Tata
Bahasa Arab) Prakis dan Aplikatif. Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995
Gulayani, Mustafa, Jami’
al- Durus al- Arabiyyah, Semarang: al- syifa. 1991
Hafid, Abd. Karim, Pedoman
& Petunjuk Pengajaran dalam Membaca Kitab Kuning. Makassar: Alauddin
Press. 2009
Hasyimi, Ahmad,
al-Qawaid al- Asasiyah li al- Lughah al- Arabiyah, Bairut: Dar al-Qutub al-‘Ilmiah,
1354 H.
Jasim, Ali &
Mustafa Amin, Nahwu al- Wadi fi Qawaid al- Lughah al-‘Arabiy.
Khoironi, A. Shohib, Audhahu
al- Manahij fi Mu’jam Qawaid al- Lughah al- ‘Arabiyyah (baina al-Qa’idah wa al-
tathbiq) juz I.Mesir: WCM Press. 2008
Moh. Nuri, H. Mustafa.
Tuntunan Praktis Memahami Bahasa Arab II, Makassar: Fakultas Adab dan
Humaniora, IAIN Alauddin Makassar. 1993.
Moh. Nuri, H. Mustafa
& Hafsah Intang, al- ‘Arabiyyah al- Muyassarah.
Ni’mah, Fuad, Mulakhkhas
–Qawaid al- Lughah al-‘Arabiyyah, Cet. IX. Damaskus: Darul Hikmah.
[1] Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an dan hadis,
dimana keduanya adalah sumber primer (pokok) ajaran Islam dan kandungan kedua
sumber ajaran Islam itu harus diamalkan. Untuk bias mengamalkan kandungan
keduanya, bahasa Arab harus dipelajari dengan baik. Lihat A.H. Akrom Fahmi, Ilmu
Nahwu dan Saraf (Tata Bahasa Arab) Prakis dan Aplikatif (Cet. I; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h.ix-x.
[2] Azhar Arsyad, Bahasa
Arab dan metode Pengajarannya(Cet.II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
h.1-2.
[3] Mustafa
Moh. Nori dan Hafsah Intan, Al- ‘Arabiyyah al- Muyassarah ( Ciputat:
Pustaka Arif, 2008), hal. 201.
[4] Abd. Karim Hafid, Pedoman dan
Petunjuk Pengajaran dalam Membaca Kitab Kuning (Makassar : Alauddin Press,
2009) hal. 217.