Sabtu, 21 Januari 2017

hubungan data, fakta, definisi, teori dan paradigma

Hubungan Data, Fakta, Definisi, Teori dan Paradigma 


 oleh Hamsiati



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Manusia sebagai mahluk rasional, memiliki dorongan rasa ingin tahu dan secara terus-menerus mengadakan perenungan untuk menyingkap tabir-tabir misteri yang ada disekelilingnya, tentang jagat raya, bahkan tentang dirinya sendiri. Kegiatan berpikir yang dilakukan oleh manusia tersebut melahirkan pengetahuan-pengetahuan.[1]
Ditinjau dari aspek-aspek kebenaran dari pengetahuan manusia, secara sederhana dapat di klasifikasikan kepada pengetahuan yang mempunyai nilai kebenaran yang intuitif dan pengetahuan ayang mengandung kebenaran ilmiah[2].
Kebenaran intuitif pada umumnya tidak dapat dirumuskan dengan premis dan kongklusi. Pemahaman seperti ini diperoleh melalui kilatan cahaya, sehingga memberikan kepadanya sifat suatu visi yang secara tiba-tiba tersingkap bagi pengamatan. Istilah benar dan salah seringkali tidak dapat diterapkan kepada pemahaman seperti itu.[3] Sedang pengetahuan yang mengandung nilai kebenaran ilmiah mempunyai struktur yang diskursif atau rasional, dapat diuji secara empiris dan bersifat sekuler.[4]
Untuk mendapat pengetahuan yang bertaraf ilmiah, selalu terkait dengan sejumlah susunan teoritis pada tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda, baik itu bersumber dari data, fakta, definisi, teori, dan paradigma. Namun, terkadang kita tidak  memahami arti sebenarnya dari kata – kata itu, terkadang kita membolak – balikkan artinya satu sama lain.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian dan hubungan dari data, fakta, definisi, teori dan paradigma itu.
B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian data, fakta, definisi, teori dan paradigma itu?
2.      Bagaimana hubungan data, fakta, definisi, teori dan paradigma itu?















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian
1.    Data
Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak dari datum yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “sesuatu yang diberikan”. Dalam penggunaan sehari – hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya.[5]
Data dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian.
Data adalah fakta mentah atau rincian peristiwa yang belum diolah, yang terkadang tidak dapat diterima oleh akal pikiran dari penerima data tersebut, maka dari itu data harus diolah terlebih dahulu menjadi informasi untuk dapat diterima oleh penerima. Data dapat berupa angka, karakter, simbol, gambar, suara atau tanda- tanda yang dapat digunakan untuk dijadikan suatu informasi.
Menurut Arikunto data merupakan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.
2.    Fakta
Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberama system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.
Fakta adalah hal atau keadaan yang merupakan kenyataan atau sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Fakta bersifat objektif. Setiap orang akan memiliki kesamaan dalam pengamatan suatu fakta. Sebuah fakta mempunyai kebenaran mutlak dan tida bisa dibantah.Kejadian yang bisa diterima oleh akal sehat atau nalar tertentu saja disebut fakta.
Dalam penggunaannya fakta memiliki dua sifat yaitu fakta yang bersifat umum dan fakta yang bersifat khusus.
a.       Fakta umum yaitu fakta/ keadaan/ peristiwa yang dapat ditemukan atau terjadi secara umum, atau sudah merupakan kelaziman.
Contoh:
- Matahari terbit dari timur dan terbenam di barat setiap hari.
- Semua mamalia menyusui anaknya.
b. Fakta khusus yaitu fakta/ keadaan/ peristiwa yang ditemukan atau terjadi secara khusus atau istimewa atau ada keadaan tertentu saja.
Contoh:
-
Jumlah mahasiswa konsentrasi Bahasa dan sastra Arab Pascasarjana UIN Alauddin Makassar semester dua tahun 2016 sebanyak 5 orang. .
Contoh-contoh tersebut adalah contoh fakta yang hanya terjadi pada keadaan tertentu.
3.    Definisi
Definisi adalah pengetahuan yang kita butuhkan. Dalam keidupan ilmiah dan kehidupan sehari - hari kita banyak berurusan dengan definisi. Sewaktu orang memasuki pembicaraan permulaan suatu ilmu, ia akan bertemu dahulu dengan definisinya. Dalam kehidupan sehari – hari tidak jarang kita diminta untuk menjelaskan pengertian kata yang kita gunakan. Menjelaskan pengertian kata agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam penggunaannya merupakan tugas definisi.
Mendifinisi adalah menyebut sekelompok karakteristik suatu kata sehingga kita dapat mengetahui pengertiannya serta dapat membedakan kata lain yang menunjuk obyek yang lain pula.[6] Lalu, apakah karakteristik suatu kata itu? Karakteristik itu tidak lain adalah genera (Jenis) dan differentia ( sifat pembeda). Jadi mendefinisi suatu kata adalah menganalisis jenis dan sifat pembeda yang dikandungnya.[7] Mengapa menyebut genera? Genera kita sebut untuk mendekatkan fikiran kita, karena dengan genera suatu barang atau benda akan mudah dikenal, ia tercakup dalam kelompok apa. Mengapa menyebut differentia? Setelah fikiran kita diantar kepada genera, maka tahulah kita akan barang atau benda sejenis yang dicakup oleh genera tadi. Dengan sekali menyebut differentianya, maka sampailah kepada kata yang kita definisikan.
Jenis ( general) yang kita pilih adalah adalah jenis terdekat, karena dengan menghadirkan sifat pembedanya (differentia) kita langsung sampai pada pengertiannya. Jenis terdekat adalah nama umum yang langsung mencakup barang atau benda yang kita definisikan. Jadi jika kita hendak mendifinisikan “kursi” harus mulai dengan “tempat duduk” mendefinisi “ merpati” dengan burung, mendefinisi “dasi” dengan pakaian, setelah itu baru kita hadirkan pembedanya.
Dengan prosedur itu ternyata ada beberapa kata yang tidak dapat kita beri definisi. Pertama adalah kata yang tidak dapat kita temukan generanya, maksudnya tidak bisa kita masukkan kedalam kelompok nama umum apa. Termsuk dalam kelompok ini adalah kata yang menunujukkan pengertian dasar yang universal, seperti: wujud dan waktu. Kedua adalah kata yang tidak dapat ditemukkan differentianya. Kenyataan mental yang sederhana seperti: marah, benci, kesal, senang dan sebagainya, tidak mungkin kita beri definisi, demikian pula penangkapan indera atas obyek yang sederhana seperti kuning, hijau, halus, kasar, wangi dan sebagainya. Kita mungkin dapat menemukan generanya, tetapi apakah differentianya?
Juga tidak dapat diberi definisi karena alasan yang sama yakni kata yang tidak dapat ditangkap maksudnya kecuali bila dihubungkan dengan kata lain, seperti: atau, yang, daripada, meskipun dan sebagainya.
4.    Teori
Pada dasarnya suatu teori dirumuskan untuk memperjelas dan meramalkan fenomena yang ada. Bangunan suatu teori yang merupakan abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam defenisi-defenisi akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu, terjadi apabila teori sudah tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.
Kata ‘teori’ secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theoria yang berarti melihat, theoros yang berarti pengamatan.[8]
Adapun pengertian teori menurut teminologi memiliki beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ilmuan, diantaranya sebagai berikut:
Kerlinger mengemukakan teori adalah suatu kumpulan variabel yang saling berhubungan, defenisi-defenisi, proposisi-proposisi yang memberikan pandangan yang sistimatis tentang fenomena dengan memprefisifikasikan relasi-relasi yang ada diantarnya beragam variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada.[9]
Teori menurut Sugiono adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, defenisi, proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejalah, fenomena.[10]
Berdasarkan pengertian teori tersebut dapat kita kemukakan bahwa teori memiliki komponen-komponen yang terdiri atas: Konsep, Fakta, Fenomena, Defenisi, Proposisi dan Variabel.
5.    Paradigma
Kata ‘paradigma’ berasal dari bahasa Yunani yaitu paradeigma. Berasal dari dua kata, pere dan digm; pere (pra/pre) yang berarti sesuatu yang mendahului, digm (digma/dogma/doxa) berarti teori. Kedua kata tersebut berarti contoh, tas}ri>f, model.[11]  Paradigma ini dapat pula berarti: 1) Cara memandang sesuatu, 2) Dalam ilmu pengetahuan berarti model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang dipandang diperjelas, 3) Totalitas premis-premis teoritis dan metodelogis  yang menentukan atau mendefenisikan suatu studi ilmiah konkret, 4) Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.[12]
Menurut Nasim Butt suatu paradigma merupakan teori-teori yang berhasil secarah empiris[13], yang pada mulanya diterima dan dikembangkan dalam sebuah tradisi penelitian sampai kemudian ditumbangkan oleh paradigma yang lebih proresif secara empiris.[14]
Di dalam penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel[15] yang diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan tehnik analisis statistik yang akan digunakan.[16]
Menurut Husain Heriyanto paradigma adalah seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta tehnik-tehnik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.[17]
Menurut AF Saifuddin setiap paradigma mengandung teori-teori yang memiliki logika, prosedur metodelogi dan implikasi teoritis sehingga tidak relevan bila suatu paradigma diperbandingkan apalagi dipertentangkan dengan paradigma yang lain. Kritik terhadap sutu paradigma harus berlangsung dalam  paradigma itu sendiri, tidak dari pandangan paradigma yang lain. Dalam bahasa awam, seekor ular tidak akan sama dengan seekor harimau, maka tidak beralasan untuk memperbandingkan keduanya apalagi mempertentangkan atau memperdebatkannya.
Istilah paradigma pertama kali dikemukakan oleh Thomas S. Kuhn dalam The Structure of  Scientific Revolutions yang didefinisikan sebagai pandangan dunia (world view) yang dimiliki oleh para ilmuan dalam suatu disiplin tertentu.
Bogdan dan Biklen dalam Qualitative Research for Education: An Introdiction to theory and Methods, memahami paradigma sebagai kumpulan lepas dari asumsi, konsep, atau proposisi yang disatukan secara logis yang mengarahkan pikiran dan jalannya penelitian.[18]
Baker  dalam Paradigms: The Business of Discovering the Future, mendifinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal: (1) hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) hal itu menceritakan bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.
Capra mendefinisikan paradigma sebagai konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya.[19]
Jadi paradigma dapat diartikan sebagai pandangan dunia (world view) yang dimiliki seorang peneliti yang dengan itu ia memiliki kerangka berfikir (frame), asumsi, teori, atau preposisi dan konsep terhadap suatu permasalahan penelitian yang dikaji.
B.   Hubungan Data, Fakta, Definisi, Teori dan Paradigma
1.    Hubungan Data, Fakta dan Teori
Hubungan data dan fakta dapat dilihat dari pengertian data itu sendiri, data  adalah catatan atas kumpulan fakta. Jadi, antara data dan fakta, sesungguhnya data lebih luas cakupannya di banding fakta. Tidak semua yang ada dalam data bisa menjadi fakta.
Adapun hubungan fakta dan teori dapat divisualisasikan sebagai berikut :
a.       Teori memprediksi fakta : Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas maka dapat dibuat prediksi (ramalan) terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata lain bahwa sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan fenomena-fenomena sekarang/saat ini.
b.      Teori memperkecil jangkauan: Fungsi utama dari teori adalah memberikan batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan (range) dari fakta yang sedang dipelajari. Dalam dunia empiris banyak fenomena yang dapat dijadikan bahan pencermatan namun untuk pendalaman dan penajaman tertentu diperlukan batasan, sehingga teori berperan membatasi dalam lingkup (aspek) tertentu.
c.       Teori meringkas fakta : Teori melakukan perannya meringkas hasil penelitian . Melalui sebuah teori generalisasi terhadap hasil penelitian mudah dilakukan. Teori dengan mudah memberikan kemampuannya dalam memandu generalisasi-generalaisasi, bahkan teori mampu meringkas hubungan antar generalisasi.
d.      Teori memperjelas celah kosong: Dengan kemampuannya meringkas fakta – fakta saat ini dan melakukan prediksi, maka teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas kawasan mana yang belum dijangkau ilmu pengetahuan.
e.       Fakta memprakarsai teori : Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.
f.        Fakta memformulasikan kembali teori yang ada. Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
g.      Fakta dapat menolak teori : Jika banyak diperoleh fakta yang menujukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan maka fakta berhak menolak teori tersebut.
h.      Fakta memberi jalan mengubah teori : Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru.
2.    Hubungan Definisi, Teori dan Paradigma
Pada hakekatnya bahasan paradigma lebih luas dibandingkan teori, dan teori lebih luas dibandingkan definisi, hal ini bisa kita lihat dari pengertian teori dan paradigma. Teori adalah suatu kumpulan variabel yang saling berhubungan, defenisi-defenisi, proposisi-proposisi yang memberikan pandangan yang sistimatis tentang fenomena dengan memprefisifikasikan relasi-relasi yang ada diantarnya beragam variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada. Dan paradigma merupakan teori-teori yang berhasil secarah empiris[20], yang pada mulanya diterima dan dikembangkan dalam sebuah tradisi penelitian sampai kemudian ditumbangkan oleh paradigma yang lebih proresif secara empiris.[21] “definisi” ada dalam pengertian “teori”, dan “teori” ada dalam pengertian “paradigma”.
Adapu teori dan paradigma dapat dilihat bahwa Paradigma adalah cara pandang atau kerangka berfikir yang mampu memberi wacana temuan ilmiah dan dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah atau masyarakat. Sikap para ilmuan terhadap paradigma yang berlaku dapat saja berubah jika dalam perjalanan kegiatan ilmiahnya atau penelitiannya terdapat anomali, dengan demikian dapat menyebabkan perubahan paradigma.
Teori adalah seperangkat konsep, defenisi dan proposisi yang disusun secara sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Suatu teori akan mengalami anomali apabila teori tersebut sudah tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah. Suatu teori diakui sebagai ilmiah apabila cocok dengan teori-teori lain yang telah diakui sebelumnya.
Penerimaan suatu teori dalam komunitas ilmiah tidak berarti bahwa teori tersebut memiliki kebenaran mutlak, teori yang telah mapan dan digunakan oleh mayoritas ilmuan dalam komunitas ilmiah dalam penelitian. 
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuan  selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut.











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Data merupakan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi. Sedangkan Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Definisi adalah menyebut sekelompok karakteristik suatu kata sehingga kita dapat mengetahui pengertiannya serta dapat membedakan kata lain yang menunjuk obyek yang lain pula. Teori adalah suatu kumpulan variabel yang saling berhubungan, defenisi-defenisi, proposisi-proposisi yang memberikan pandangan yang sistimatis tentang fenomena dengan memprefisifikasikan relasi-relasi yang ada diantarnya beragam variabel, dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada. Dan paradigma merupakan teori-teori yang berhasil secarah empiris.
Hubungan data, fakta, definisi, teori dan paradigma adalah Hubungan data dan fakta dapat dilihat dari pengertian data itu sendiri, data  adalah catatan atas kumpulan fakta. Jadi, antara data dan fakta, sesungguhnya data lebih luas cakupannya di banding fakta. Tidak semua yang ada dalam data bisa menjadi fakta. Pada hakekatnya bahasan paradigma lebih luas dibandingkan teori, dan teori lebih luas dibandingkan definisi, hal ini bisa kita lihat dari pengertian teori dan paradigma, namun semuanya saling berkaitan perananya dalam konsep keilmuan.






DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Sayuthi, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek. Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.            
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, ed. I. Cet. III, Jakarta: Gramedia, 2002.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama I, Jil. I. Cet. I, Pemulang Timur Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997.
Drajat, Amroeni, Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu. Jakarta: Erlangga, 2006
HB. Shah, Scientific Method diterjemahkan oleh Hasan Basri dengan judul “Metodologi Ilmu Pengetahuan” ,Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1986
Heriyanto, Husain, Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains, dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead. Cet. Jakarta Selatan: Teraju 2003.
J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet.VIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
Komaruddin, Yooke Tjuparman. S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. ed. I. Cet. II, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aklamasi. Cet. VIII, Bandung: Mizan, 1998.
Muhadjir, Noeng, Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivism dan Post Modernisme. ed. II. Cet.I, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001.
Mundiri, Logika, (Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 1994
Patrick, G.T.W, C.A. van Peursen, Ayn Rend, et al., Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu itu. Cet. I, Bandung: Pustaka Sutra, 2008.
Qadir, C.A, Philosphy and Science in the Islamic World, terj. Hasan Basari.
 Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, ed.I. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1989.
Soetrisno dan SRDM Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian, ed.I. Yogyakarta: Cv. Andi Offset, 2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuntitatif, kualitatif dan R&D. Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2007.
TH. Huxley, The Method of Scientific Investgation, Scince, Method and Meaning, New  york; Washinthong Square Pres, 1964,
Wattimrnena, Reza AA, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.
http://karinadewi201431158.weblog.esaunggul.ac.id


[1]TH. Huxley, The Method of Scientific Investgation, Scince, Method and Meaning, (New  york; Washinthong Square Pres, 1964),h.2  
[2]HB. Shah, Scientific Method diterjemahkan oleh Hasan Basri dengan judul “Metodologi Ilmu Pengetahuan” (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1986), h. 26.
[3]HB. Shah, Scientific Method diterjemahkan oleh Hasan Basri dengan judul “Metodologi Ilmu Pengetahuan”. h.26
[4]HB. Shah, Scientific Method diterjemahkan oleh Hasan Basri dengan judul “Metodologi Ilmu Pengetahuan”., h. 26-27.
[5] https://id.m.wikipedia.org
[6] Mundiri, Logika, (Jakarta: PT  RajaGrafindo Persada, 1994)hal.31
[7] Mundiri, Logika. Hal. 31
[8]Lorens Bagus, Kamus Filsafat, ed. I., (Cet. III; Jakarta: 2002),  h. 1097.
[9]Reza A.A Wattimena, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 257.
[10]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2007), h. 173.
[11]Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, ed. I (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 173.
[12]Lorens Bagus, Kamus Filsafat, ed. I (Cet. III; Jakarta: 2002), h. 779.
[13]Empiris adalah apa yang berdasarkan pengalaman dan penghayatan. Lihat Pius A Partanto dan M. Dahlan, Kamus Ilmiah dan Metodologi Penelitian, ed. I (Surabaya: Arkola, t.th.), h. 148.
[14]Soetrisno dan Rita Hanafie, Filasafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian, ed I (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007), h. 32.
[15]Variabel adalah sesuatu dapat beruabah, bervariasi, berbeda-beda harga, kualitas, mutu, dan sesuatu yang dapat berubah. Lihat Pius A Partanto dan M. Dahlan. Kamus Ilmiah dan Metodologi Penelitian, ed. I (Surabaya: Arkola, t.th.), h. 1797.
[16]Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2007), h. 42.
[17]Husain Heriyanto, Paradigma Holoistik Dialog Filsafat, Sains dan Kehidupan menurut Sandra dan Whitehead (Jakarta Selatan: Teraju, 2003), h. 28.
[18]M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h.91.                                                                                      
[19]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet.VIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h.49.
               
[20]Empiris adalah apa yang berdasarkan pengalaman dan penghayatan. Lihat Pius A Partanto dan M. Dahlan, Kamus Ilmiah dan Metodologi Penelitian, ed. I (Surabaya: Arkola, t.th.), h. 148.
[21]Soetrisno dan Rita Hanafie, Filasafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian, ed I (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007), h. 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar