Sabtu, 21 Januari 2017

(KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN)


(KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN)


oleh : HAMSIATI


 
BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Keistimewaan yang diberikan kepada manusia berupa kekuatan berfikir. Ternyata mampu menembus seluruh aspek kehidupan dalam menundukkan unsur-unsur kekuatan kekuatan alam yang luas ini menjadi kecil dihadapan manusia.
Allah sebagai pencipta yang tunggal dan penguasa mutlak yang mengatur alam ini tidak mungkin menelantarkan manusia. Karena itu Allah ,menurunkan wahyu dan memilih seorang Rasul demi menyampaikan sebuah sebuah ajaran yang benar di muka bumi ini.
Al-Qur’an setidaknya mempunyai fungsi utama, yakni sebagai sumber ajaran, dan kebenaran kerasulan Muhammad Saw.[1] Kecenderungan manusia sombong dan angkuh untuk tunduk kepada manusia lainnya, kecuali diperlihatkan kepada sesuatu yang luar biasa melebihi kemampuan yang ia miliki.
Apa yang luar biasa dan lebih menarik hati dihadapan manusia pada awal perkembangan tidak lebih pada kekagumannya terhadap mukjizat alamiah yang hissi (inderawi), sebab itu setiap rasul diutus untuk kaum sendiri dan mukjizatnya pun tidak lebih dari yang dikenal saat itu.
Kedatangan risalah Muhammad dialamatkan kepada akal untuk berdialog dengan al-Qur’an bahkan menantangnya untuk selamanya dengan segala pengetahuan yang dikandungnya serta info yang dibawa akan selalu segar untuk dikaji dalam rangka menemukan keunikan-keunikan yang ada didalamnya.
Al-Qur’an adalah firman- firman Allah swt. yang berupa mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., ditulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. Umat Islam meyakini bahwa tidak seorang pun yang mampu meniru kitab suci al-Qur’an. oleh karena itu I’jaz al-Qur’an telah menjadi salah satu di antara ajaran- ajaran paling penting dalam Islam.[2]
Dalam uraian berikut, akan dibahas I’jaz al-Qur’an dengan penekanan pada pengertian I’jaz, aspek-aspek I’jaz dan signifikannya sebagai bukti kerasulan Muhammad terutama bagi mereka yang tidak percaya terhadap ajarannya dan bagi mereka yang selalu menentang dakwah-dakwahnya.

B.     Rumusan Masalah
Pemakalah membatasi rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1.                  Apa pengertian i’jaz al-Qur’an?
2.                  Dari Aspek mana kemukjizatan al-Qur’an itu?
           
A.    Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk ;
1.      Menjelaskan arti dari I’jaz al-Qur’an itu.
2.      Menjelaskan aspek- aspek kemukjizatan al-Qur’an.

3.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian I’jaz al-Qur’an
Kata i’jaz adalah bentuk  mashdar, berakar kata dari ‘ajaza (عجز )yang terdiri atas tiga huruf, yakni ‘ain, jim, zal, kemudian dengan pola  tashrifnya    يعجز – إعجازعجز melahirkan pengertian secara etimologi “melemahkan”, membuat lawan jadi tak berdaya”[3] sehingga ia tidak mempunyai kekuatan untuk menantang. Dengan demikian kata i’jaz dapat pula diartikan “membuat sesuatu tidak mampu” seperti أعجزت فلان (saya telah membuat si Fulan tidak mampu) untuk melakukan sesuatu.[4]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “kata Mukjizat” diartikan sebagai kejadian yang luar biasa yang sukar dijangkau oleh akal pikiran manusia. Pengertian ini punya muatan yang berbeda dengan pengertian I’jaz dalam perspektif Islam.[5]
Sebagai istilah teologi mu’jizat berarti:
 أَمْرٌ حَارِقٌ عن العَادة يُعْجِزُ الناسَ بأَن يأتوا بمثله
(Suatu hal luar biasa karena bertentangan dengan kebiasaan dimana manusia tidak sanggup mendatangkan yang sama dengannya).[6]
Dalam pengertian terminologis, mukjizat didefinisikan sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan itu.[7]
Menurut al-Shabuniy, mukjizat adalah dalil- dalil sari Allah kepada hamba-Nya untuk membenarkan para rasul dan nabinyang sifatnya luar biasa serta melemahkan bagi siapa yang menentangnya.[8]
Menurut Prof. Dr. S. Agil Almunawwar, dari segi definisi mukjizat dapat dibagi menjadi dua bagian:
1.      Mukjizat “hissi”, ialah yang dapat dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba oleh tangan, dirasa oleh lidah, yang lebih tegas dapat dicapai oleh panca indera. Mukjizat ini sengaja ditunjukkan atau diperlihatkan pada manusia biasa, yakni mereka yang tidak biasa menggunakan kecerdasan pikirannya, yang tidak cakap pandangan hatinya dan yang rendah budi dan perasaannya.
2.      Mukjizat “ma’nawi”, ialah mukjizat yang tidak mungkin dapat dicapai dengan kekuatan panca indera, tetapi harus dicapai dengan kekuatan “aqli” atau dengan kecerdasan pikiran. Karena orang tidak akan mungkin mengenal mukjizat ini melainkan yang berpikir sehat, bermata hati yang nyalang, berbudi luhur dan yang suka mempergunakan kecerdasan pikirannya dengan jernih dan jujur.[9]
Dengan demikian kemu’jizatan al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai suatu gejala Qur’ani yang membuat manusia tidak mampu meniru al-Qur’an atau bagian – bagiannya baik dari segi isi maupun dari segi bentuknya.[10]

B.                 Aspek-Aspek I’jaz al-Quran
Masalah kemukjizatan al-Qur’an mulai diteliti oleh para cendikiawan muslim sejak abad kedua hijriah atau abad kedelapan masehi, dan terus menarik perhatian sampai masa kini. Hakekat kemukjizatan al-Qur’an telah menjadi bahan perdebatan dan diskusi. Issu sentralnya adalah aspek mana dari al-Qur’an itu yang mu’jiz (tidak dapat ditiru)? al-Qur’an sendiri tidak memberi petunjuk spesifik mengenai hal ini, dalam ayat – ayat al-Qur’an yang ditunjuk, dapat dibaca bahwa tahaddy “tantangan” yang dimilikinya membuka kesempatan dengan tiga tahapan;[11]
a.       Tahapan pertama, tantangan yang bersifat umum mencakup manusia dan jin untuk membuat seperti al-Qur’an (QS. Al-Isra 17: 88)
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآَنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Artinya:
“Katakanlah, “sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.”

b.      Tahapan kedua, tantangan untuk membuat sepuluh surah seperti dalam     (QS. Hud 11: 13)
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Artinya:
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah mambuat al-Quran itu”, katakanlah: “(kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat yang menyamainya, dan panggillah yang orang-orang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.

c.       Tahapan ketiga, tantangan untuk membuat satu surat saja seperti surat-surat yang ada pada al-Quran seperti dalam (QS. Al-Baqarah 2: 23)
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
“Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

            Seorang ahli berkomentar bahwa tantangan yang sedemikian lantang itu tidak dapat dikemukakan oleh seseorang, kecuali memiliki satu dari dua sifat; gila atau sangat yakin. Nabi Muhammad saw. sangat yakin terhadap wahyu- wahyu Tuhan, karena wahyu adalah informasi yang diyakini dengan sebenarnya bersumber dari Allah swt.[12]
Mukjizat al-Qur’an mempunyai dua sifat, sekaligus menjadi syarat diterimanya sesuatu sebagai mukjizat, yaitu:
1.      Selalu menantang (tahaddiy). Tantangan dari masyarakat biasanya bersifat hissiy ( bisa dijangkau oleh indera), sedang tantangan dari nabi Nabi sendiri sifatnya ma’nawiy (samar). Menurut imam al-Sayuthiy, mukjizat yang bersifat hissiy pada umumnya diberikan kepada Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad, saw.[13]
2.      Manusia tidak dapat menciptakan hal serupa dengan mukjizat tersebut.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa apabila sesuatu itu baru dianggap sebagai mukjizat apabila sifatnya menantang, maka tidak seluruh ayat di dalam al-Qur’an dianggap mukjizat, sebab ada ayat – ayat al-Qur’an yang sifatnya tidak menantang. Masalah ini dijawab oleh Imam al-Zarkasyiy dalam bukunya,        “al-Burhan­” bahwa al-Qur’an secara menyeluruh adalah mukjizat karena pada asalnya dari Allah swt. dan telah menjadikannya setiap surah mengandung mukjizat, yang berarti bahwa setiap ayat dan dan surah memiliki keistimewaan- keistimewaan.
Miftah Faridh dan Agus Syihabuddin menyatakan mukjizat al-Quran itu dapat dilihat dari beberapa anasir berikut ini:
a.       Gaya bahasa al-Quran yang mengagumkan, yang tidak bisa ditandingi oleh siapapun
b.      Kandungan al-Quran mengenai sejarah dan ramalan hidup manusia yang menakjubkan
c.       Al-quran sebagi sumber ilmu pengetahuan
d.      Al-Quran sebagai pedoman seluruh kehidupan manusia\
e.       Al-Quran   bebas dari kesalahan-kesalahan
f.       Penerima wahyu al-Quran adalah nabi Muhammad Saw. sebagai seorang rasul yang ummi
g.      Isi al-Quran terpelihara dari pemalsuan
Kehebatan mukjizat al-Quran nampak pada munculnya berbagai aktifitas penelitian dan pengkajian untuk mengungkap segi I’jaz al-Quran. Ada beberapa komentar ulama mengenai I’jaz al-Quran dan memiliki titik penekanan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Al-Qaththan mengemukakan tiga aspek I’jaz al-Quran yaitu:
1.      Kemukjizatan al-Quran
Para ahli bahasa terpukau dengan keindahan gaya bahasa al-Quran. Al-Baghalani mengemontari bahwa keindahan bahasa al-Quran dengan berbagai formulasi berbeda dengan system dan tata urutan umum yang dikenal oleh orang Arab.
Bahasa atau kalimat-kalimat al-Quran adalah kalimat-kalimat yang menakjubkan yang sangat signifikan perbedaannya dengan kalimat diluar al-Quran. Al-Quran mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak  kepada fenomena yang dapat dirasakan sehingga didalmnya ada dinamika. Adapun huruf tidak lain hanya simbol makna-makna. Sementara lafadz memiliki petunjuk etimologis yang berkaitan dengan makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang abstrak tersebut kepada bathin seseorang dan kepada hal-hal yang biasa dirasakan (al-mahsusat) yang bergerak didalam imajinasi dan perasaan bukan hal yang mudah dilakukan.[14]
Termasuk kesulitan seseorang yang menundukan seluruh kata dalam  satu bahasa, untuk setiap makna dan imajinasi yang digambarkannya, sementara al-Quran tidak berbicara dengan sebuah kata  kecuali dengan sebuah makna yang dikehendaki pada tingkat kedalaman yang paling tinggi. Hal ini merupakan bagian dari I’jaz Al-Quran.
2.      Kemukjizatan Ilmiah
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa  al-Quran ada yang mengandung teori ilmiah. Hal tersebut bahkan mendapat sambutan hangat dan mengalami perkembangan yang pesat, namun disisi lain mendapat keritikan dari sebagian ulama, seperti Al-Syatibi dalam bukunya beliau mengatakan, “banyak yang bersifat keterlaluan dalam memahami al-Quran sehingga mereka mengaitkannya dengan semua ilmu pengetahuan”.
Kemukjizatan al-Quran tidak sekedar meletakkan pada cakupannya dengan teori-teori ilmiah saja yang selalu baru dan berubah, tetapi cakupannya terletak pada motifasinya untuk berpikir menggunakan akal. Dari sudut pandang ini Imam Al-Ghazali[15] serius dalam menggalakkan penafsiran ilmiah.
Ustadz Afif Thabarah yang mengklarifikasi tentang pembuktian ilmiah yang dinukilkan dari kitabnya Ruh al-Din al-Islamiah. Teori ilmiah al-Quran berupa:
a.       Kesatuan Alam
Teori ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa bumi adalah salah satu dari kumpulan planet yang telah memisah darinya dan membeku sehingga cocok untuk dihuni manusia. Toeri ini didukung oleh adanya gunung yang memuntahkan lahar panas. Teori ini seperti yang terdapat dalam (QS. Al-Anbiya: 30)
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Artinya:
“Tidaklah orang-orang kafir tahu bahwa beberapa langit dan atau keduanya bersatu, lalu kami belah keduanya? Kami jadikan tiap-tiap sesuatu yang hidup dari air. Tidaklah mereka percaya?

b.      Terjadinya perkawinan dalam tiap-tiap benda
Orang-orang berkeyakinan bahwa perkawinan hanya terjadi antara laki-laki dan perempuan dan hanya akan terjadi pada jenisnya itu, manusia dan hewan. Kemudian ilmu pengetahuan  modern menetapkan bahwa perkawinan akan terjadi pula pada tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati, demikian juga pada tiap-tiap benda terdapat perkawinan. Bahkan sampai listrik sekalipun berpasangan min dan plus, dan seterusnya. Firman Allah (QS. Al-Zariyat: 49)
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:
 “Tiap-tiap sesuatu kami jadikan berpasangan (jantan dan betina), semoga kamu skalian mendapat peringatan”.

c.       Perbedaan sidik jari manusia
Pada beberapa abad yang silam tepatnya di Inggris tahun 1884 M telah digunakan cara mengenali seseorang lewat sidik jarinya. Kemudian cara itu dilakukan oleh setiap Negara. Hal ini dipahami bahwa kulit jari manusia mempunyai garis yang bebeda-beda dan tidak akan pernah bisa berubah. Berbeda dengan garis tubuh lainnya, maka garis jari-jari ini tiap orang pasti berbeda dengan yang lainnya, tidak ada yang sama atau serupa. Sesungguhnya hal ini pun mukjizat Tuhan sebagaimana firmannya dalam al-Quran (QS: al-Qiyamah: 2-3)
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (3) بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
Artinya:
 “Adakah manusia mampu mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan tulang-tulangnya? Ya, kami kuasa mengembalikan semua jari-jarinya (meski kecil-kecil).

d.      Berkurangnya Oksigen
Sejak manusia mampu menyeruak ruang angkasa dengan pesawat maka dengan pengamatan dan para ilmuan sampai pada kesimpulan bahwa di angkasa itu kurang oksigen. Manakala penerbang meluncur tinggi ke angkasa, dadanya terasa sesak dan sulit bernafas. Oleh karena itu para penerbang butuh oksigen buatan. Penemuan ini disinggung dalam al-Quran jauh sebelum manusia melakukan penerbangan seperti dalam firman Allah:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
Artinya:
 “Barang siapa yang Allah .menghendaki, akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah jadikan dadanya sesat lagi sempit seolah-olah ia sedang naik kelangit” (QS. al-An’am: 125).

e.       Khasiat Madu dan Daftar Istilah
Dari hasil penelitian USA bahwa dalam 100 gr madu akan terdapat beberapa khasiat dan juga banyak zat yang terdapat didalamnya. Hal ini bisa langsung diserap oleh usus tanpa melalui proses mineral kalsium sebagai pembentukan tulang dan gigi. Toeri modern ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 69 sebagai pembentuk tulang dan sebagainya.
Dari toeri-teori ilmiah lain dalam al-Quran tentang sel-sel manusia, pembagian atom serta manunggalnya alam kosmos, dan masih banyak lagi toeri ilmiah yang terdapat dalam al-Quran sebagai bagian dari I’jaz-I’jaz al-Quran.
3.      Kemukjizatan Tasyri
Dalam sejarah peradaban umat manusia telah banyak system dan perundang-undangan yang dikenal dan diikuti, namun tidak ada aturan yang bisa menyamai system perundang-undangan Islam.[16] Sistem perundang-undangan Islam tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu serta akan menjadi system yang dirindukan oleh manusia sepanjang zaman.
Contoh-contoh I’jaz Al-Quran adalah;
1.      I’jaz dari segi kebahasaan
a.       Keseimbangan dalam pemakain kata. Seperti kata “al-hayy” (hidup) dan “al-maut” (mati) masing-masing sebanyak 145 kali. Kata “jahr” dan “al-alaniyah” (nyata), masing-masing sebanyak 16 kali. Kata “al-kafirun” dengan “an-narlah ahraq” sebanyak 145 kali. Kata-kata “al-salim” dengan “al-thayyibah” sebanyak 60 kali. Kata “yaum” dalam bentuk tunggal sebanyak 365 kali, sesuai jumlah hari dalam setahun. Sedangkan kata “ayyam” dalam bentuk jamak atau “yaumaini” dalam bentuk mutsanna jumlah pemakaiannya sebanyak 30, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata “syahr” (bulan) hanya terdapat 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
b.      Konsistensi huruf yang menjadi pembuka surah, seperti huruf “mim” berulang sebanyak 133 kali. Bila jumlah ini dibagi 19 sesuai jumlah huruf dalam basmalah maka akan habis.
c.       Keindahan susunan dan pola kalimatnya. Seperti firman Allah dalam (QS. al-Baqarah: 179):
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Dan dalam Qisas itu terdapat (jaminan kelangsungan) hidup bagimu wahai orang-orang yang berakal”.[17]

           Komposisi kalimat di atas merupakan rumusan padat dengan penyederhanaan redaksional sehingga melahirkan bentuk “kalam” yang indah namun tetap utuh, karena makna yang dimaksud dapat dipahami dari konteks kalimat secara umum. Rasyid Ridha mengatakan mengatakan jika diungkapkan secara detail, akan membuat kitab al-Quran menyerupai buku-buku hasil karya para ulama, bahkan ajaran-ajarannya akan menjadi kaku terhadap intrepertasi-interpretasi  baru. Sebagaimana firman Allah dalam (QS. al-Nur: 39)[18]
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآَنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
Artinya:
“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana patamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang dahaga, tetapi apabila didatangi ia tidak memperoleh apa-apa”.

Dalam ayat di atas Allah menjelaskan tentang amal ibadah orang-orang kafir. Secara aktual. Allah menyamakan sifat tersebut seperti patamorgana. Dengan pola seperti ini Allah menjelaskan sesuatu yang konsepsioanal kepada kehidupan actual agar dipahami oleh pembaca.
Rumusan redaksi diatas memberikan ilustrasi yang mampu ditangkap oleh indra dan akal manusia. Dalam ilmu “balaqah”, rumusan dikenal dengan ”tasybih”[19] yaitu ungkapan yang memperlihatkan bahwa sesuatu itu sama dengan sesuatu yang lain dalam satu atau beberapa sisi/sifat.[20] Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S: al-Baqarah: 19)
يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آَذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ
Artinya:
“Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara/petir sebab takut akan mati”[21].

              Ayat diatas memperlihatkan bahwa orang-orang kafir yang sangat resisten terhadap ajaran Islam, bahwa setiapa kali mendengar seruan kebenaran mereke menyumbatkan jari-jarinya pada telinganya, padahal maraca sebenarnya menyumbatkan ujung jarinya. Allah tidak mengatakan “al-anamil” yang bermakna ujung jari, tetapi menggunakan “al-asabi” (jari-jari). Tidak mungkin menyumbat telinga dengan keseluruhan jari-jari. Hal ini menunjukkan sikap orang kafir yang berlebihan.[22]
              Dalam ilmu balaghah, rumusan redaksi seperti ayat di atas dikenal sebagai majaz yaitu menyandarkan sesuatu perbuatan pada sesuatu yang lain karena ada hubungan antara keduanya karena faktor tertentu yang menuntut pengalihan penyandaran. Bentuk seperti ini adalah “majaz aqli”. Sedang bentuk yang lain adalah “majaz lugawi” yaitu penggunaan lafal bukan pada makna yang sebenarnya karena ada faktor yang menghalangi penggunaannya.[23]
2.      I’jaz dari segi pemberitaan
Sebagimana dalam firman Allah (Q.S: : 45)
سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ
Artinya:
“golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”.[24]
Melalui ayat di atas, Allah memberitahukan Muhammad saw. bahwa kaum musyrikin Quraisy akan dapat dikalahkan. Ayat ini turun semasa Rasulullah masih tinggal di Mekah. Beberapa tahun kemudian, mereka dikalahkan secara total dalam peristiwa Fath al-Makkah.[25]
3.      I’jaz dari aspek ilustrasi keilmuan
Salah satu tema penting dalam al-Quran adalah ungkapan tentang reproduksi manusia yang dalam sains modern termasuk kedalam disiplin ilmu biologi yang merupakan dasar pengembangan ilmu kedokteran. Firman Allah dalam (Q.S: al-Tin: : 4)
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya:
            “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-sebaiknya”.[26]

Ayat di atas merupakan pernyataan bahwa manusia adalah mahluk yang paling baik bentuknya. Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian manusia yang bermula dari embrio sampai terbentuknya tubuh yang sempurna sebagaimana firman Allah dalam (Q.S: al-Infithar:7-8):[27]
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ. فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ
Artinya:
            “Yang menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan susunan tubuhmu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu”.

            Kemudian dipertegas kembali oleh Allah
وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
            “Dan Dia telah menjadikanmu dalam beberapa tingkatan kejadian”.[28] (Q.S: Nuh: 14)

            Kemudian Allah menggambarkan proses kejadian  manusia,[29] yang berasal dari setetes sperma yang membuahi sel telur wanita dalam rahim yang cukup kokoh sebagimana firman Allah:
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
            Artinya:
            “Dia telah menciptakan manusia dari air mani, namun tiba-tiba menjadi pembantah yang nyata”.[30] (Q.S. AL-Nahl: 4)

            Kemudian air mani membuahi sel telur dalam rahim sebagaimana firman Allah:
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
Artinya:
“Kemudian Kami jadikan saripati air mani, (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh”. [31](Q.S. al-Mu’minun :13)

            Pembuahan ini terjadi ketika ada proses penumpahan air mani tersebut sebagaimana dalam firman-Nya:
            Kemudian Allah menjelaskan sperma yang membuahi, dari sekian ribu sel sperma hanya satu yang akan melakukan pembuahan yaitu yang paling baik dan kuat, sebagimana dinyatakan dalam firman-Nya:
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ
Artinya:
“Kemudian menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina”.[32] (Q.S. al-Sajadah: 8)

Kemudian Allah menjelaskan bahwa untuk pembuahan itu memerlukan pancaran. Allah berfirman:
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
Artinya:
“Ia ciptakan dari air yang terpencar”. (Q.S. al-Thariq: 6)[33]
Kemudian Allah menjelaskan pula dalam surah al-  ‘Alaq:
t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ  
Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS. Al- ‘Alaq: 2)
                                                              
Kemudian Allah menjelaskan embrio yang terbentuk dari pembuahan lekat di dinding rahim sampai membesar dan membentuk menjadi manusia sempurna. Hal ini diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
Artinya:
“Dan kami tetapkan dalam rahim apa yang kamu kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan”.[34] (Q.S. al-Haj :5)

            Sedangkan perkembangan embrio selanjutnya digambarkan Allah dalam firman-Nya:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya:
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu  kami jadikan segumpal daging, dan segumpal dagim g itu Kami jadikan tulang belulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia mahluk yang berbentuk (lain), maka Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik”. (Q.S. al-Mu’minun: 14)[35]

Dilihat dari konteks sosiologisnya, ilustrasi tersebut sesuatu yang luar biasa dan menakjubkan, kerena bangsa Arab saat itu belum mengenal masalah reproduksi manusia merupakan bagian dari system kehidupan mereka sendiri.[36]
Sedang menurut pemakalah, aspek kemukjizatan al-Qur’an dapat dilihat dari:
·         Gaya bahasanya sangat indah, mengagumkan yang penuh kandungan balaghah dan fashahah yang tidak dapat ditandingi oleh bahasa manapun, dan tidak dapat ditiruh oleh siapapun.
·         Kandungan al-Qur’an mengenai semua aspek ilmu pengetahuan, baik agama, social, sejarah, sains, kesehatan, geografis, hokum, dll.
·         Al-Qur’an bebas dari kesalahan- kesalahn dan terpelihara dari pemalsuan.
·         Penerima wahyu al-Qur’an adalah Nabi Muhammad saw., sebagai seorang ummi, sehingga menunjukkan betapa orisinalnya al-Qur’an itu.

Pandangan tradisional mengenai kemukjizatan al-Qur’an berpusat pada pentingnya literary excellence al-Qur’an sebagai aspek paling menonjol dari kemukjizatan, misalnya keseimbangan yang sangat serasi antara kata- kata yang digunakannya, keserasian dua kata yang bertolak belakang.dll.[37]
Antara abad ke-2 hijriah atau abad ke-8 masehi, dengan abad ke-14 hijriah atau abad ke-20 masehi, cendekiawan muslim pada umumnya berpegang teguh kepada prinsip bahwa literary excellence al-Qur’an (aspek keindahan dan ketelitian redaksi- redaksinya), yang dalam hal ini, balaghahnya, merupakan unsure utama kemukjizatan. Masa kini, pembicaraan dan argumentasi mengenai kemukjizatan al-Qur’an mulai mendapat angin baru dengan berkembangnya pendekatan – pendekatan modern. Berbeda dengan pandangan tradisional, pandangan modern berpendapat bahwa style al-Qur’an yang unik itu hanya merupakan salah satu komponen dari aspek kemukjizatan al-Qur’an, yang lebih penting adalah kandungannya yang lebih luas.[38]
Pendekatan modern terhadap I’jaz al-Qur’an menyatakan bahwa al-Qur’an harus diperlakukan sebagai satu kesatuan, dan penafsirannya harus mempertimbangkan semua ayat atau setiap bagiannya yang terkait dengan masalah yang dibahas, terutama sekali dalam hal I’jaz, termasuk masalah pemberitaan alam ghaibnya, isyarat- isyarat ilmiah dan pesan- pesan yang dikandungnya.
Berkenaan dengan mukjizat yang dimiliki Nabi Muhammad saw., ulama sepakat meyakini bahwa al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar baginya. Kitab suci tersebut dapat mengungguli kehebatan sastra para pujangga Arab. Tuduhan- tuduhan yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu adalah karangan Nabi Muhammad saw., dapat dipatahkan oleh kenyataan al-Qur’an itu sendiri, yang amat indah gaya bahasanya, tepat ramalannya, korektif kisah-kisahnya, dan benar keterangan- keterangan ilmiahnya.


























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

kemu’jizatan al-Qur’an  adalah  suatu gejala Qur’ani yang membuat manusia tidak mampu meniru al-Qur’an atau bagian – bagiannya baik dari segi isi maupun dari segi bentuknya.
aspek kemukjizatan al-Qur’an dapat dilihat dari:
·         Gaya bahasanya sangat indah, mengagumkan yang penuh kandungan balaghah dan fashahah yang tidak dapat ditandingi oleh bahasa manapun, dan tidak dapat ditiruh oleh siapapun.
·         Kandungan al-Qur’an mengenai semua aspek ilmu pengetahuan, baik agama, social, sejarah, sains, kesehatan, geografis, hokum, dll.
·         Al-Qur’an bebas dari kesalahan- kesalahn dan terpelihara dari pemalsuan.
·         Penerima wahyu al-Qur’an adalah Nabi Muhammad saw., sebagai seorang ummi, sehingga menunjukkan betapa orisinalnya al-Qur’an itu.
B.     Implikasi
Pembahasan dan kesimpulan yang telah dirumuskan sebelumnya diharapkan dapat berimplikasi positif dan membangun terhadap para pembaca dalam memahami kemukjizatan al-Qur’an itu. Terkhusus bagi para mahasiswa, penggiat, penuntut ilmu yang sedang mengkaji tentang al-Qur’an. Dan lebih khusus lagi bagi para pendidik yang mengajarkan Ilmu al-Qur’an, sehingga bisa mengenalkan kemukjizatan yang dimiliki al-Qur’an itu lewat ilmu al-Qur’an.




DAFTAR PUSTAKA

Bucaille, Maurice. Bible, Quran, dan Sains Modern. Terjemahan H.M. Rasyid. Jakarta: Bulan Bintan, 1978.
Daffer, Ahmad Van. Ulumul Quran: an Introduction to the Silences of the Quran, diterjemahkan oleh Ahmad Nasir Budiman dengan Judul Ilmu Al-Quran: Pengantar Dasar. Cet. I; Jakarta: Rajawali, 1998.
Departemen agama RI., Al-Quran dan Terjemahannya. Semarang. CV. Toha Putra, 1989.
Al-Jarimi, Ali dan Mustafa Amin. Al-balaqah Al-Wadihah. Jakarta: Jaya Murni, 1973.
Mardan, al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, (Cet.I; Jakarta: Pustaka MAPAN, 2009
Al-Munawwar, Agil Husin, S., H. Dr. MA., I’jaz A-Quran dan Metodologi Tafsir. Semarang: Dina Utama, 1994.
Ondeng, Syarifuddin, Ulum al-Qur’an (Makassar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin), 2014.
Al-Qaththan, Manna Khalil. Mabahits fi Ulumil Quran, diterjemahkan oleh Muzakkir AS. Dengan judul Studi-Studi Ilmu Al-Quran. Cet. Bogor: Pustaka Lentera Antara Nusa, 1996.
Al-Shaleh, Sabhi. Mahahis fi Ulum Al-Quran. Beirut: Dar al-Ilm li al-Malyin, t. th.
Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Itqan fi Ulum al-Quran, Jilid. II, Beirut: Dar al-Fikr, 1997.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Quran dari Segi Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib. Cet. IV; Bandung: Mizan 1998.
---------------, dkk. Sejarah dan Ulum Al-Quran dalam Azyumardi Azra (ed). Jakarta Pustaka Firdaus, 2000.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid I, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987.
Al-Zahabi, M. Husain. ‘Altijaht Al-Munharifat fi Tafsir Al-Quran Al-Karim Dawafiuhu Wadafuhu, diterjemahkan oleh Machnun Husain dengan judul Penyimpangan dalam Penafsiran Al-Quran. Cet. IV; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.



[1] Dr. H. S. Agil Husain al Munawar, MA, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi tafsir (Semarang: Dina Utama, 1994), h. I.
[2] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, (Cet.I; Jakarta: Pustaka MAPAN, 2009), 145

[3]  Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyah, Mu’jam Maqayis al-Lughat (Mesir: Mushtafa al- Bab al-Halabi wa al-Syarikah, 1972), h.68.
[4]  Syarifuddin Ondeng, Ulum al-Qur’an (Makassar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin), 2014. Hal.79
[5]Lihat M. Quraish Syihab, Mukjizat Al-Quran dan Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib (Cet. IV; Bandung: Mizan 1998), h. 23.
[6]  Lihat Mardan, Al-Qur’an, Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh. Yang dikutip pada: Jalaluddin  al-Sayuti, al-Muzhir ‘Ilm al-Lugat wa Anwa’iha ditahqiq oleh Muhammad ‘Abd al-Rahman. Cet. II (Baerut: Dar al-Fikr), 2005. Hal. 116.
[7]  Syarifuddin Ondeng, Ulum al-Qur’an. yang dikutip dari Said Agil Husain al-Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz  al-Qur’an. hal. 79
[8]  Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, (Cet.I; Jakarta: Pustaka MAPAN, 2009), 146
[9] Agil Husin Al-Munawwar, I’jaz al-Quran dan Metodologi Tafsir. Semarang: Dina Utama, 1994.
[10] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, hal. 146
[11] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, hal. 147
[12] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, hal. 148
[13] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, hal. 148
[14]M. Quraish Shihab. Mukjizat Al-Quran dan Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib, h. 11.
[15]M. Husain Al-Zahabi, ‘Al-Tijat Al-Munharifat fi Tafsir Al-Quran Al-Karim Dawafiuhu Wadafuhu diterjemahkan Machnun Husain dengan judul Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Cet. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 1996), h. 112).
[16]Lihat Manna Khalil Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Quran., h. 394.
[17]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya (Semarang: CV. Toha Putra, 1989)’ h. 44. 
[18]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, h. 551.
[19]Sabhi Al-Shaleh, Mahahis fi Ulum Al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm li al-Malyin, t, th), h.322 
[20]M. Quraish Shihab, dkk. Sejarah dan Ulum Al-Quran dalam Azyumardi Azra (ed) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 120. Lihat lebih jauh Ali Al-Jarimi dan Mustafa Amin, Al-Balaqah Al-Wadihah (Jakarta: Jaya Murni, 1973), h. 20
[21] Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. h. 11  
[22] Jalaluddin Assuyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Jilid II (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), h. 116.
[23]M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum Al-Quran, h. 122.
[24]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 1076.
[25]A Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid I (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987), h. 195.
[26]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, h.  1076.
[27]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya h. 1032.
[28]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya h. 979.
[29] Maurice Bucaille, Bibel, Quran, dan Sains Modern, terjemahan H.M. Rasyid (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 298. 
[30]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. 402.
[31] Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya h. 527.
[32]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 661
[33]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, h. 1048.
[34]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 512
[35]Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 527
[36]M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Quran. , h. 138.  
[37] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, hal. 149
[38]  Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, yang dikutip pada Rafi’i Yunus, I’jaz al-Qur’an : Suatu Catatan Kecil,(ujungpandang: Forum Studi Agama Islam, 1994),h.4

1 komentar:

  1. Wynn Casino & Resort, Las Vegas - JT Hub
    Wynn Las Vegas and its 동해 출장마사지 sister property Encore Las Vegas 서산 출장안마 feature two luxury hotel towers 태백 출장마사지 with a total of 4,748 spacious hotel 서귀포 출장안마 rooms and suites, approximately 192, 영천 출장마사지

    BalasHapus