(KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN)
oleh : HAMSIATI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keistimewaan
yang diberikan kepada manusia berupa kekuatan berfikir. Ternyata mampu menembus
seluruh aspek kehidupan dalam menundukkan unsur-unsur kekuatan kekuatan alam
yang luas ini menjadi kecil dihadapan manusia.
Allah
sebagai pencipta yang tunggal dan penguasa mutlak yang mengatur alam ini tidak
mungkin menelantarkan manusia. Karena itu Allah ,menurunkan wahyu dan memilih
seorang Rasul demi menyampaikan sebuah sebuah ajaran yang benar di muka bumi
ini.
Al-Qur’an
setidaknya mempunyai fungsi utama, yakni sebagai sumber ajaran, dan kebenaran kerasulan Muhammad Saw.[1]
Kecenderungan manusia sombong dan angkuh untuk tunduk kepada manusia lainnya,
kecuali diperlihatkan kepada sesuatu yang luar biasa melebihi kemampuan yang ia
miliki.
Apa yang
luar biasa dan lebih menarik hati dihadapan manusia pada awal perkembangan
tidak lebih pada kekagumannya terhadap mukjizat alamiah yang hissi (inderawi),
sebab itu setiap rasul diutus untuk kaum sendiri dan mukjizatnya pun tidak
lebih dari yang dikenal saat itu.
Kedatangan
risalah Muhammad dialamatkan kepada akal untuk berdialog dengan al-Qur’an
bahkan menantangnya untuk selamanya dengan segala pengetahuan yang dikandungnya
serta info yang dibawa akan selalu segar untuk dikaji dalam rangka menemukan keunikan-keunikan
yang ada didalamnya.
Al-Qur’an
adalah firman- firman Allah swt. yang berupa mukjizat, yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw., ditulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir,
dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. Umat Islam meyakini bahwa tidak
seorang pun yang mampu meniru kitab suci al-Qur’an. oleh karena itu I’jaz
al-Qur’an telah menjadi salah satu di antara ajaran- ajaran paling penting
dalam Islam.[2]
Dalam uraian
berikut, akan dibahas I’jaz al-Qur’an dengan penekanan pada pengertian I’jaz,
aspek-aspek I’jaz dan signifikannya sebagai bukti kerasulan Muhammad terutama
bagi mereka yang tidak percaya terhadap ajarannya dan bagi mereka yang selalu
menentang dakwah-dakwahnya.
B. Rumusan
Masalah
Pemakalah
membatasi rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1.
Apa pengertian i’jaz al-Qur’an?
2.
Dari Aspek mana kemukjizatan al-Qur’an itu?
A. Tujuan
Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk ;
1. Menjelaskan arti dari I’jaz al-Qur’an
itu.
2. Menjelaskan aspek- aspek kemukjizatan
al-Qur’an.
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian I’jaz al-Qur’an
Kata i’jaz adalah bentuk mashdar, berakar kata dari ‘ajaza (عجز
)yang terdiri atas tiga huruf, yakni ‘ain, jim, zal, kemudian dengan
pola tashrifnya يعجز – إعجاز
– عجز
melahirkan pengertian secara etimologi “melemahkan”, membuat lawan jadi tak
berdaya”[3]
sehingga ia tidak mempunyai kekuatan untuk menantang. Dengan demikian kata i’jaz
dapat pula diartikan “membuat sesuatu tidak mampu” seperti أعجزت فلان (saya telah membuat si Fulan
tidak mampu) untuk melakukan sesuatu.[4]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “kata Mukjizat” diartikan sebagai
kejadian yang luar biasa yang sukar dijangkau oleh akal pikiran manusia. Pengertian ini punya muatan yang berbeda
dengan pengertian I’jaz dalam perspektif Islam.[5]
Sebagai
istilah teologi mu’jizat berarti:
أَمْرٌ حَارِقٌ عن العَادة يُعْجِزُ الناسَ بأَن
يأتوا بمثله
(Suatu
hal luar biasa karena bertentangan dengan kebiasaan dimana manusia tidak
sanggup mendatangkan yang sama dengannya).[6]
Dalam
pengertian terminologis, mukjizat didefinisikan sebagai suatu yang luar biasa
yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, sebagai bukti atas
kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan itu.[7]
Menurut
al-Shabuniy, mukjizat adalah dalil- dalil sari Allah kepada hamba-Nya untuk
membenarkan para rasul dan nabinyang sifatnya luar biasa serta melemahkan bagi
siapa yang menentangnya.[8]
Menurut Prof.
Dr. S. Agil Almunawwar, dari segi definisi mukjizat dapat dibagi menjadi dua
bagian:
1. Mukjizat “hissi”, ialah yang dapat dilihat
oleh mata, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba oleh tangan,
dirasa oleh lidah, yang lebih tegas dapat dicapai oleh panca indera. Mukjizat
ini sengaja ditunjukkan atau diperlihatkan pada manusia biasa, yakni mereka yang
tidak biasa menggunakan kecerdasan pikirannya, yang tidak cakap pandangan
hatinya dan yang rendah budi dan perasaannya.
2. Mukjizat “ma’nawi”, ialah mukjizat yang
tidak mungkin dapat dicapai dengan kekuatan panca indera, tetapi harus dicapai
dengan kekuatan “aqli” atau dengan kecerdasan pikiran. Karena orang
tidak akan mungkin mengenal mukjizat ini melainkan yang berpikir sehat, bermata
hati yang nyalang, berbudi luhur dan yang suka mempergunakan kecerdasan
pikirannya dengan jernih dan jujur.[9]
Dengan demikian
kemu’jizatan al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai suatu gejala Qur’ani yang
membuat manusia tidak mampu meniru al-Qur’an atau bagian – bagiannya baik dari
segi isi maupun dari segi bentuknya.[10]
B.
Aspek-Aspek I’jaz al-Quran
Masalah
kemukjizatan al-Qur’an mulai diteliti oleh para cendikiawan muslim sejak abad
kedua hijriah atau abad kedelapan masehi, dan terus menarik perhatian sampai
masa kini. Hakekat kemukjizatan al-Qur’an telah menjadi bahan perdebatan dan
diskusi. Issu sentralnya adalah aspek mana dari al-Qur’an itu yang mu’jiz (tidak
dapat ditiru)? al-Qur’an sendiri tidak memberi petunjuk
spesifik mengenai hal ini, dalam ayat – ayat al-Qur’an yang ditunjuk, dapat dibaca bahwa tahaddy
“tantangan” yang dimilikinya membuka kesempatan dengan tiga tahapan;[11]
a. Tahapan pertama, tantangan yang bersifat
umum mencakup manusia dan jin untuk membuat seperti al-Qur’an (QS. Al-Isra 17:
88)
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا
بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآَنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Artinya:
“Katakanlah, “sesungguhnya jika manusia dan
jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Quran ini, niscaya mereka
tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain.”
b. Tahapan kedua, tantangan untuk membuat
sepuluh surah seperti dalam (QS. Hud
11: 13)
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ
مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ
Artinya:
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah
mambuat al-Quran itu”, katakanlah: “(kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh
surat-surat yang dibuat yang menyamainya, dan panggillah yang orang-orang kamu
sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
c. Tahapan ketiga, tantangan untuk membuat
satu surat saja seperti surat-surat yang ada pada al-Quran seperti dalam (QS.
Al-Baqarah 2: 23)
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا
بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
“Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang
al-Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat
(saja) yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.”
Seorang
ahli berkomentar bahwa tantangan yang sedemikian lantang itu tidak dapat
dikemukakan oleh seseorang, kecuali memiliki satu dari dua sifat; gila atau
sangat yakin. Nabi Muhammad saw. sangat yakin terhadap wahyu- wahyu Tuhan,
karena wahyu adalah informasi yang diyakini dengan sebenarnya bersumber dari
Allah swt.[12]
Mukjizat
al-Qur’an mempunyai dua sifat, sekaligus menjadi syarat diterimanya sesuatu
sebagai mukjizat, yaitu:
1. Selalu menantang (tahaddiy).
Tantangan dari masyarakat biasanya bersifat hissiy ( bisa dijangkau oleh indera), sedang tantangan dari nabi
Nabi sendiri sifatnya ma’nawiy (samar). Menurut imam al-Sayuthiy,
mukjizat yang bersifat hissiy pada umumnya diberikan kepada Nabi
terdahulu sebelum Nabi Muhammad, saw.[13]
2. Manusia tidak dapat menciptakan hal serupa
dengan mukjizat tersebut.
Mungkin ada
yang berpendapat bahwa apabila sesuatu itu baru dianggap sebagai mukjizat
apabila sifatnya menantang, maka tidak seluruh ayat di dalam al-Qur’an dianggap
mukjizat, sebab ada ayat – ayat al-Qur’an yang sifatnya tidak menantang.
Masalah ini dijawab oleh Imam al-Zarkasyiy dalam bukunya, “al-Burhan” bahwa al-Qur’an
secara menyeluruh adalah mukjizat karena pada asalnya dari Allah swt. dan telah
menjadikannya setiap surah mengandung mukjizat, yang berarti bahwa setiap ayat
dan dan surah memiliki keistimewaan- keistimewaan.
Miftah
Faridh dan Agus Syihabuddin menyatakan mukjizat al-Quran itu dapat dilihat dari
beberapa anasir berikut ini:
a. Gaya bahasa al-Quran yang mengagumkan, yang
tidak bisa ditandingi oleh siapapun
b. Kandungan al-Quran mengenai sejarah dan
ramalan hidup manusia yang menakjubkan
c. Al-quran sebagi sumber ilmu pengetahuan
d. Al-Quran sebagai pedoman seluruh kehidupan
manusia\
e. Al-Quran
bebas dari kesalahan-kesalahan
f. Penerima wahyu al-Quran adalah nabi
Muhammad Saw. sebagai seorang rasul yang ummi
g. Isi al-Quran terpelihara dari pemalsuan
Kehebatan
mukjizat al-Quran nampak pada munculnya berbagai aktifitas penelitian dan
pengkajian untuk mengungkap segi I’jaz al-Quran. Ada beberapa komentar ulama
mengenai I’jaz al-Quran dan memiliki titik penekanan yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya.
Al-Qaththan
mengemukakan tiga aspek I’jaz al-Quran yaitu:
1. Kemukjizatan al-Quran
Para ahli
bahasa terpukau dengan keindahan gaya bahasa al-Quran. Al-Baghalani
mengemontari bahwa keindahan bahasa al-Quran dengan berbagai formulasi berbeda
dengan system dan tata urutan umum yang dikenal oleh orang Arab.
Bahasa atau
kalimat-kalimat al-Quran adalah kalimat-kalimat yang menakjubkan yang sangat
signifikan perbedaannya dengan kalimat diluar al-Quran. Al-Quran mampu
mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada
fenomena yang dapat dirasakan sehingga didalmnya ada dinamika. Adapun huruf
tidak lain hanya simbol makna-makna. Sementara lafadz memiliki petunjuk
etimologis yang berkaitan dengan makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang
abstrak tersebut kepada bathin seseorang dan kepada hal-hal yang biasa
dirasakan (al-mahsusat) yang bergerak didalam imajinasi dan perasaan
bukan hal yang mudah dilakukan.[14]
Termasuk
kesulitan seseorang yang menundukan seluruh kata dalam satu bahasa, untuk setiap makna dan imajinasi
yang digambarkannya, sementara al-Quran tidak berbicara dengan sebuah kata kecuali dengan sebuah makna yang dikehendaki
pada tingkat kedalaman yang paling tinggi. Hal ini merupakan bagian dari I’jaz
Al-Quran.
2. Kemukjizatan Ilmiah
Suatu hal
yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa
al-Quran ada yang mengandung teori ilmiah. Hal tersebut bahkan mendapat
sambutan hangat dan mengalami perkembangan yang pesat, namun disisi lain
mendapat keritikan dari sebagian ulama, seperti Al-Syatibi dalam bukunya beliau
mengatakan, “banyak yang bersifat keterlaluan dalam memahami al-Quran sehingga
mereka mengaitkannya dengan semua ilmu pengetahuan”.
Kemukjizatan
al-Quran tidak sekedar meletakkan pada cakupannya dengan teori-teori ilmiah
saja yang selalu baru dan berubah, tetapi cakupannya terletak pada motifasinya
untuk berpikir menggunakan akal. Dari sudut pandang ini Imam Al-Ghazali[15]
serius dalam menggalakkan penafsiran ilmiah.
Ustadz Afif
Thabarah yang mengklarifikasi tentang pembuktian ilmiah yang dinukilkan dari
kitabnya Ruh al-Din al-Islamiah. Teori ilmiah al-Quran berupa:
a. Kesatuan Alam
Teori ilmu
pengetahuan modern telah membuktikan bahwa bumi adalah salah satu dari kumpulan
planet yang telah memisah darinya dan membeku sehingga cocok untuk dihuni
manusia. Toeri ini didukung oleh adanya gunung yang memuntahkan lahar panas.
Teori ini seperti yang terdapat dalam (QS. Al-Anbiya: 30)
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Artinya:
“Tidaklah orang-orang kafir tahu bahwa
beberapa langit dan atau keduanya bersatu, lalu kami belah keduanya? Kami jadikan
tiap-tiap sesuatu yang hidup dari air. Tidaklah mereka percaya?
b. Terjadinya perkawinan dalam tiap-tiap benda
Orang-orang
berkeyakinan bahwa perkawinan hanya terjadi antara laki-laki dan perempuan dan
hanya akan terjadi pada jenisnya itu, manusia dan hewan. Kemudian ilmu
pengetahuan modern menetapkan bahwa
perkawinan akan terjadi pula pada tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati,
demikian juga pada tiap-tiap benda terdapat perkawinan. Bahkan sampai listrik
sekalipun berpasangan min dan plus, dan seterusnya. Firman Allah (QS.
Al-Zariyat: 49)
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:
“Tiap-tiap
sesuatu kami jadikan berpasangan (jantan dan betina), semoga kamu skalian
mendapat peringatan”.
c. Perbedaan sidik jari manusia
Pada
beberapa abad yang silam tepatnya di Inggris tahun 1884 M telah digunakan cara
mengenali seseorang lewat sidik jarinya. Kemudian cara itu dilakukan oleh
setiap Negara. Hal ini dipahami bahwa kulit jari manusia mempunyai garis yang
bebeda-beda dan tidak akan pernah bisa berubah. Berbeda dengan garis tubuh
lainnya, maka garis jari-jari ini tiap orang pasti berbeda dengan yang lainnya,
tidak ada yang sama atau serupa. Sesungguhnya hal ini pun mukjizat Tuhan
sebagaimana firmannya dalam al-Quran (QS: al-Qiyamah: 2-3)
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (3) بَلَى قَادِرِينَ
عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
Artinya:
“Adakah
manusia mampu mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan tulang-tulangnya? Ya,
kami kuasa mengembalikan semua jari-jarinya (meski kecil-kecil).
d. Berkurangnya Oksigen
Sejak
manusia mampu menyeruak ruang angkasa dengan pesawat maka dengan pengamatan dan
para ilmuan sampai pada kesimpulan bahwa di angkasa itu kurang oksigen.
Manakala penerbang meluncur tinggi ke angkasa, dadanya terasa sesak dan sulit
bernafas. Oleh karena itu para penerbang butuh oksigen buatan. Penemuan ini
disinggung dalam al-Quran jauh sebelum manusia melakukan penerbangan seperti
dalam firman Allah:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ
وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا
يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
Artinya:
“Barang
siapa yang Allah .menghendaki, akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia
melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam. Dan barang siapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah jadikan dadanya sesat lagi sempit
seolah-olah ia sedang naik kelangit” (QS. al-An’am: 125).
e. Khasiat Madu dan Daftar Istilah
Dari hasil
penelitian USA bahwa dalam 100 gr madu akan terdapat beberapa khasiat dan juga
banyak zat yang terdapat didalamnya. Hal ini bisa langsung diserap oleh usus
tanpa melalui proses mineral kalsium sebagai pembentukan tulang dan gigi. Toeri
modern ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 69 sebagai
pembentuk tulang dan sebagainya.
Dari
toeri-teori ilmiah lain dalam al-Quran tentang sel-sel manusia, pembagian atom
serta manunggalnya alam kosmos, dan masih banyak lagi toeri ilmiah yang
terdapat dalam al-Quran sebagai bagian dari I’jaz-I’jaz al-Quran.
3. Kemukjizatan Tasyri
Dalam
sejarah peradaban umat manusia telah banyak system dan perundang-undangan yang
dikenal dan diikuti, namun tidak ada aturan yang bisa menyamai system
perundang-undangan Islam.[16] Sistem perundang-undangan Islam tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan manusia,
tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu serta akan menjadi system yang dirindukan
oleh manusia sepanjang zaman.
Contoh-contoh I’jaz Al-Quran adalah;
1. I’jaz dari segi kebahasaan
a. Keseimbangan dalam pemakain kata. Seperti
kata “al-hayy” (hidup) dan “al-maut” (mati) masing-masing sebanyak 145 kali.
Kata “jahr” dan “al-alaniyah” (nyata), masing-masing sebanyak 16 kali. Kata
“al-kafirun” dengan “an-narlah ahraq” sebanyak 145 kali. Kata-kata “al-salim”
dengan “al-thayyibah” sebanyak 60 kali. Kata “yaum” dalam bentuk tunggal
sebanyak 365 kali, sesuai jumlah hari dalam setahun. Sedangkan kata “ayyam”
dalam bentuk jamak atau “yaumaini” dalam bentuk mutsanna jumlah pemakaiannya
sebanyak 30, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata “syahr”
(bulan) hanya terdapat 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
b. Konsistensi huruf yang menjadi pembuka
surah, seperti huruf “mim” berulang sebanyak 133 kali. Bila jumlah ini dibagi 19
sesuai jumlah huruf dalam basmalah maka akan habis.
c. Keindahan susunan dan pola kalimatnya.
Seperti firman Allah dalam (QS. al-Baqarah: 179):
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Artinya:
“Dan dalam Qisas itu terdapat (jaminan kelangsungan) hidup bagimu wahai
orang-orang yang berakal”.[17]
Komposisi kalimat di
atas merupakan rumusan padat dengan penyederhanaan redaksional sehingga
melahirkan bentuk “kalam” yang indah namun tetap utuh, karena makna yang
dimaksud dapat dipahami dari konteks kalimat secara umum. Rasyid Ridha
mengatakan mengatakan jika diungkapkan secara detail, akan membuat kitab
al-Quran menyerupai buku-buku hasil karya para ulama, bahkan ajaran-ajarannya
akan menjadi kaku terhadap intrepertasi-interpretasi baru. Sebagaimana firman Allah dalam (QS.
al-Nur: 39)[18]
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ
يَحْسَبُهُ الظَّمْآَنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
Artinya:
“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana patamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang dahaga, tetapi apabila
didatangi ia tidak memperoleh apa-apa”.
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan tentang amal ibadah orang-orang kafir. Secara aktual. Allah menyamakan sifat tersebut seperti
patamorgana. Dengan pola seperti ini Allah menjelaskan sesuatu yang
konsepsioanal kepada kehidupan actual agar dipahami oleh pembaca.
Rumusan redaksi diatas memberikan ilustrasi yang mampu
ditangkap oleh indra dan akal manusia. Dalam ilmu “balaqah”, rumusan dikenal
dengan ”tasybih”[19]
yaitu ungkapan yang memperlihatkan bahwa sesuatu itu sama dengan sesuatu yang
lain dalam satu atau beberapa sisi/sifat.[20]
Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S: al-Baqarah: 19)
يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آَذَانِهِمْ مِنَ
الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ
Artinya:
“Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar
suara/petir sebab takut akan mati”[21].
Ayat diatas
memperlihatkan bahwa orang-orang kafir yang sangat resisten terhadap ajaran
Islam, bahwa setiapa kali mendengar seruan kebenaran mereke menyumbatkan
jari-jarinya pada telinganya, padahal maraca sebenarnya menyumbatkan ujung
jarinya. Allah tidak
mengatakan “al-anamil” yang bermakna ujung jari, tetapi menggunakan “al-asabi”
(jari-jari). Tidak mungkin menyumbat telinga dengan keseluruhan jari-jari. Hal
ini menunjukkan sikap orang kafir yang berlebihan.[22]
Dalam ilmu balaghah,
rumusan redaksi seperti ayat di atas dikenal sebagai majaz yaitu menyandarkan
sesuatu perbuatan pada sesuatu yang lain karena ada hubungan antara keduanya
karena faktor tertentu yang menuntut pengalihan penyandaran. Bentuk seperti ini
adalah “majaz aqli”. Sedang bentuk yang lain adalah “majaz lugawi” yaitu
penggunaan lafal bukan pada makna yang sebenarnya karena ada faktor yang
menghalangi penggunaannya.[23]
2. I’jaz dari segi pemberitaan
Sebagimana dalam firman Allah (Q.S: : 45)
سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ
Artinya:
“golongan itu pasti akan dikalahkan dan
mereka akan mundur ke belakang”.[24]
Melalui ayat
di atas, Allah memberitahukan Muhammad saw. bahwa kaum musyrikin Quraisy akan dapat dikalahkan. Ayat ini turun
semasa Rasulullah masih tinggal di Mekah. Beberapa tahun kemudian, mereka
dikalahkan secara total dalam peristiwa Fath al-Makkah.[25]
3. I’jaz dari aspek ilustrasi keilmuan
Salah satu
tema penting dalam al-Quran adalah ungkapan tentang reproduksi manusia yang
dalam sains modern termasuk kedalam disiplin ilmu biologi yang merupakan dasar
pengembangan ilmu kedokteran. Firman Allah dalam (Q.S: al-Tin: : 4)
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-sebaiknya”.[26]
Ayat di atas merupakan pernyataan bahwa manusia adalah mahluk
yang paling baik bentuknya. Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian manusia
yang bermula dari embrio sampai terbentuknya tubuh yang sempurna sebagaimana
firman Allah dalam (Q.S: al-Infithar:7-8):[27]
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ. فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ
رَكَّبَكَ
Artinya:
“Yang menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan susunan tubuhmu seimbang. Dalam bentuk
apa saja yang dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu”.
Kemudian dipertegas kembali oleh
Allah
وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا
“Dan Dia telah menjadikanmu dalam
beberapa tingkatan kejadian”.[28]
(Q.S: Nuh: 14)
Kemudian Allah menggambarkan proses
kejadian manusia,[29]
yang berasal dari setetes sperma yang membuahi sel telur wanita dalam rahim
yang cukup kokoh sebagimana firman Allah:
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
Artinya:
“Dia telah menciptakan manusia dari
air mani, namun tiba-tiba menjadi pembantah yang nyata”.[30]
(Q.S. AL-Nahl: 4)
Kemudian air mani membuahi sel telur
dalam rahim sebagaimana firman Allah:
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
Artinya:
“Kemudian Kami jadikan saripati air mani,
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh”. [31](Q.S.
al-Mu’minun :13)
Pembuahan
ini terjadi ketika ada proses penumpahan air mani tersebut sebagaimana dalam
firman-Nya:
Kemudian
Allah menjelaskan sperma yang membuahi, dari sekian ribu sel sperma hanya satu
yang akan melakukan pembuahan yaitu yang paling baik dan kuat, sebagimana
dinyatakan dalam firman-Nya:
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ
Artinya:
“Kemudian
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina”.[32]
(Q.S. al-Sajadah: 8)
Kemudian Allah
menjelaskan bahwa untuk pembuahan itu memerlukan pancaran. Allah berfirman:
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
Artinya:
“Ia ciptakan
dari air yang terpencar”. (Q.S. al-Thariq: 6)[33]
Kemudian Allah menjelaskan pula dalam surah al- ‘Alaq:
t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ
Artinya: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS. Al-
‘Alaq: 2)
Kemudian
Allah menjelaskan embrio yang terbentuk dari pembuahan lekat di dinding rahim
sampai membesar dan membentuk menjadi manusia sempurna. Hal ini diisyaratkan
Allah dalam firman-Nya:
وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
Artinya:
“Dan kami tetapkan dalam rahim apa yang
kamu kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan”.[34]
(Q.S. al-Haj :5)
Sedangkan
perkembangan embrio selanjutnya digambarkan Allah dalam firman-Nya:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya:
“Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
dagim g itu Kami jadikan tulang belulang belulang, lalu tulang belulang itu
kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia mahluk yang berbentuk
(lain), maka Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik”. (Q.S. al-Mu’minun: 14)[35]
Dilihat dari
konteks sosiologisnya, ilustrasi tersebut sesuatu yang luar biasa dan
menakjubkan, kerena bangsa Arab saat itu belum mengenal masalah reproduksi
manusia merupakan bagian dari system kehidupan mereka sendiri.[36]
Sedang
menurut pemakalah, aspek kemukjizatan al-Qur’an dapat dilihat dari:
·
Gaya bahasanya sangat indah, mengagumkan yang penuh
kandungan balaghah dan fashahah yang tidak dapat ditandingi oleh
bahasa manapun, dan tidak dapat ditiruh oleh siapapun.
·
Kandungan al-Qur’an mengenai semua aspek ilmu
pengetahuan, baik agama, social, sejarah, sains, kesehatan, geografis, hokum,
dll.
·
Al-Qur’an bebas dari kesalahan- kesalahn dan
terpelihara dari pemalsuan.
·
Penerima wahyu al-Qur’an adalah Nabi Muhammad saw.,
sebagai seorang ummi, sehingga menunjukkan betapa orisinalnya al-Qur’an itu.
Pandangan
tradisional mengenai kemukjizatan al-Qur’an berpusat pada pentingnya literary
excellence al-Qur’an sebagai aspek paling menonjol dari kemukjizatan,
misalnya keseimbangan yang sangat serasi antara kata- kata yang digunakannya,
keserasian dua kata yang bertolak belakang.dll.[37]
Antara abad
ke-2 hijriah atau abad ke-8 masehi, dengan abad ke-14 hijriah atau abad ke-20
masehi, cendekiawan muslim pada umumnya berpegang teguh kepada prinsip bahwa literary
excellence al-Qur’an (aspek keindahan dan ketelitian redaksi- redaksinya),
yang dalam hal ini, balaghahnya, merupakan unsure utama kemukjizatan. Masa
kini, pembicaraan dan argumentasi mengenai kemukjizatan al-Qur’an mulai
mendapat angin baru dengan berkembangnya pendekatan – pendekatan modern.
Berbeda dengan pandangan tradisional, pandangan modern berpendapat bahwa style
al-Qur’an yang unik itu hanya merupakan salah satu komponen dari aspek
kemukjizatan al-Qur’an, yang lebih penting adalah kandungannya yang lebih luas.[38]
Pendekatan
modern terhadap I’jaz al-Qur’an menyatakan bahwa al-Qur’an harus
diperlakukan sebagai satu kesatuan, dan penafsirannya harus mempertimbangkan
semua ayat atau setiap bagiannya yang terkait dengan masalah yang dibahas,
terutama sekali dalam hal I’jaz, termasuk masalah pemberitaan alam
ghaibnya, isyarat- isyarat ilmiah dan pesan- pesan yang dikandungnya.
Berkenaan
dengan mukjizat yang dimiliki Nabi Muhammad saw., ulama sepakat meyakini bahwa
al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar baginya. Kitab suci tersebut dapat
mengungguli kehebatan sastra para pujangga Arab. Tuduhan- tuduhan yang
mengatakan bahwa al-Qur’an itu adalah karangan Nabi Muhammad saw., dapat
dipatahkan oleh kenyataan al-Qur’an itu sendiri, yang amat indah gaya
bahasanya, tepat ramalannya, korektif kisah-kisahnya, dan benar keterangan-
keterangan ilmiahnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kemu’jizatan al-Qur’an adalah
suatu gejala Qur’ani yang membuat manusia tidak mampu meniru al-Qur’an
atau bagian – bagiannya baik dari segi isi maupun dari segi bentuknya.
aspek
kemukjizatan al-Qur’an dapat dilihat dari:
·
Gaya bahasanya sangat indah, mengagumkan yang penuh
kandungan balaghah dan fashahah yang tidak dapat ditandingi oleh
bahasa manapun, dan tidak dapat ditiruh oleh siapapun.
·
Kandungan al-Qur’an mengenai semua aspek ilmu
pengetahuan, baik agama, social, sejarah, sains, kesehatan, geografis, hokum,
dll.
·
Al-Qur’an bebas dari kesalahan- kesalahn dan
terpelihara dari pemalsuan.
·
Penerima wahyu al-Qur’an adalah Nabi Muhammad saw.,
sebagai seorang ummi, sehingga menunjukkan betapa orisinalnya al-Qur’an itu.
B. Implikasi
Pembahasan dan kesimpulan yang telah
dirumuskan sebelumnya diharapkan dapat berimplikasi positif dan membangun
terhadap para pembaca dalam memahami kemukjizatan al-Qur’an itu. Terkhusus bagi
para mahasiswa, penggiat, penuntut ilmu yang sedang mengkaji tentang al-Qur’an.
Dan lebih khusus lagi bagi para pendidik yang mengajarkan Ilmu al-Qur’an,
sehingga bisa mengenalkan kemukjizatan yang dimiliki al-Qur’an itu lewat ilmu
al-Qur’an.
DAFTAR
PUSTAKA
Bucaille, Maurice. Bible, Quran, dan
Sains Modern. Terjemahan H.M. Rasyid. Jakarta: Bulan Bintan, 1978.
Daffer, Ahmad Van. Ulumul Quran: an
Introduction to the Silences of the Quran, diterjemahkan oleh Ahmad Nasir
Budiman dengan Judul Ilmu Al-Quran: Pengantar Dasar. Cet. I; Jakarta:
Rajawali, 1998.
Departemen agama RI., Al-Quran dan
Terjemahannya. Semarang. CV. Toha Putra, 1989.
Al-Jarimi, Ali dan Mustafa Amin. Al-balaqah
Al-Wadihah. Jakarta: Jaya Murni, 1973.
Mardan, al-Qur’an: Sebuah
Pengantar Memahami al-Qur’an Secara Utuh, (Cet.I; Jakarta: Pustaka MAPAN,
2009
Al-Munawwar, Agil Husin, S., H. Dr. MA., I’jaz
A-Quran dan Metodologi Tafsir. Semarang: Dina Utama, 1994.
Ondeng, Syarifuddin, Ulum al-Qur’an
(Makassar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin), 2014.
Al-Qaththan, Manna Khalil. Mabahits fi
Ulumil Quran, diterjemahkan oleh Muzakkir AS. Dengan judul Studi-Studi
Ilmu Al-Quran. Cet. Bogor: Pustaka Lentera Antara Nusa, 1996.
Al-Shaleh, Sabhi. Mahahis fi Ulum
Al-Quran. Beirut: Dar al-Ilm li al-Malyin, t. th.
Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Itqan fi Ulum
al-Quran, Jilid. II, Beirut: Dar al-Fikr, 1997.
Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Quran
dari Segi Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib. Cet. IV;
Bandung: Mizan 1998.
---------------, dkk. Sejarah dan Ulum
Al-Quran dalam Azyumardi Azra (ed). Jakarta Pustaka Firdaus, 2000.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan
Islam. Jilid I, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987.
Al-Zahabi, M. Husain. ‘Altijaht
Al-Munharifat fi Tafsir Al-Quran Al-Karim Dawafiuhu Wadafuhu, diterjemahkan
oleh Machnun Husain dengan judul Penyimpangan dalam Penafsiran Al-Quran.
Cet. IV; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
[1] Dr.
H. S. Agil Husain al Munawar, MA, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi tafsir
(Semarang: Dina Utama, 1994), h. I.
[2] Mardan, al-Qur’an, sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara
utuh, (Cet.I; Jakarta: Pustaka MAPAN, 2009), 145
[3] Abu Husain Ahmad bin Faris bin
Zakariyah, Mu’jam Maqayis al-Lughat (Mesir: Mushtafa al- Bab al-Halabi
wa al-Syarikah, 1972), h.68.
[4] Syarifuddin Ondeng, Ulum
al-Qur’an (Makassar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Alauddin), 2014. Hal.79
[5]Lihat M. Quraish Syihab, Mukjizat Al-Quran dan Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib (Cet. IV; Bandung:
Mizan 1998), h. 23.
[6] Lihat Mardan, Al-Qur’an,
Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh. Yang dikutip pada:
Jalaluddin al-Sayuti, al-Muzhir ‘Ilm
al-Lugat wa Anwa’iha ditahqiq oleh Muhammad ‘Abd al-Rahman. Cet. II
(Baerut: Dar al-Fikr), 2005. Hal. 116.
[7] Syarifuddin Ondeng, Ulum al-Qur’an. yang dikutip dari Said Agil Husain al-Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an. hal. 79
[8] Mardan, al-Qur’an,
sebuah pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, (Cet.I; Jakarta: Pustaka
MAPAN, 2009), 146
[14]M.
Quraish Shihab. Mukjizat
Al-Quran dan Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan yang Ghaib, h.
11.
[15]M.
Husain Al-Zahabi, ‘Al-Tijat Al-Munharifat fi Tafsir Al-Quran Al-Karim
Dawafiuhu Wadafuhu diterjemahkan Machnun Husain dengan judul Penyimpangan
Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Cet. Jakarta : PT. Raja Grapindo
Persada, 1996), h. 112).
[17]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya (Semarang: CV. Toha Putra, 1989)’
h. 44.
[18]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, h. 551.
[19]Sabhi
Al-Shaleh, Mahahis fi Ulum Al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm li al-Malyin, t,
th), h.322
[20]M.
Quraish Shihab, dkk. Sejarah dan Ulum Al-Quran dalam Azyumardi Azra (ed)
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 120. Lihat lebih jauh Ali Al-Jarimi dan
Mustafa Amin, Al-Balaqah Al-Wadihah (Jakarta: Jaya Murni, 1973), h. 20
[21]
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. h. 11
[22]
Jalaluddin Assuyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Jilid II (Beirut: Dar
al-Fikr, 1979), h. 116.
[23]M.
Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum Al-Quran, h. 122.
[24]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 1076.
[25]A
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid I (Jakarta: Pustaka
al-Husna, 1987), h. 195.
[26]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, h. 1076.
[27]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya h. 1032.
[28]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya h. 979.
[29]
Maurice Bucaille, Bibel, Quran, dan Sains Modern, terjemahan H.M. Rasyid
(Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 298.
[30]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. 402.
[31]
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya h. 527.
[32]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 661
[33]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, h. 1048.
[34]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 512
[35]Departemen
Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya., h. 527
[36]M.
Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Quran. , h. 138.
[38] Mardan, al-Qur’an, sebuah
pengantar memahami al-Qur’an secara utuh, yang dikutip pada Rafi’i Yunus, I’jaz
al-Qur’an : Suatu Catatan Kecil,(ujungpandang: Forum Studi Agama
Islam, 1994),h.4
Wynn Casino & Resort, Las Vegas - JT Hub
BalasHapusWynn Las Vegas and its 동해 출장마사지 sister property Encore Las Vegas 서산 출장안마 feature two luxury hotel towers 태백 출장마사지 with a total of 4,748 spacious hotel 서귀포 출장안마 rooms and suites, approximately 192, 영천 출장마사지